LPSK Beberkan Alasan Eliezer Bisa Jadi JC Berbeda Dari Ahli Pihak Sambo

trending15 Views

Kabarin.co -Saksi ahli Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali, menyatakan tidak ada tersangka pembunuhan yang berstatus saksi pelaku atau justice collaborator (JC). Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tak sependapat dengan Mahrus.

Mahrus dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan oleh pihak  Ferdy Sambo di sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat pada Kamis (22/12). Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 Pasal 5 ayat 2 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberi kewenangan kepada LPSK untuk memberi perlindungan terhadap tindak pidana lain termasuk kasus pembunuhan Yosua.

Dalam kasus ini ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Richard Eliezer  dan Kuat Ma’ruf. LPSK menjadikan Richard Eliezer sebagai JC.

“Tindak pidana tertentu baca penjelasan pasal 5 ayat 2. Tindak pidana apa saja itu ada yang definitif dalam UU namun UU memberi kewenangan LPSK untuk beri perlindungan pada tindak pidana lainnya juga,” kata Edwin saat dihubungi, Kamis (22/12/2022) sore.

“Baca pasal 5 ayat 2 penjelasannya UU 31/2014 kewenangan memberikan perlindungan sepenuhnya berdasarkan keputusan LPSK, begitu UU 31/2014 mengatur,” lanjutnya.

Penjelasan Pasal 5 ayat (2)

“Yang dimaksud dengan “tindak pidana dalam kasus tertentu” antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya”.

Edwin mengungkapkan ada beberapa pertimbangan LPSK hingga memutuskan Richard Eliezer atau Bharada E menjadi JC. Salah satunya Richard Eliezer bukan merupakan pelaku utama.

“Bukan pelaku utama, memiliki keterangan penting, dan miliki potensi ancaman,” ujarnya.

Lebih lanjut, Edwin tak ambil pusing dengan pernyataan yang disampaikan Mahrus.

“Silakan saja (menyampaikan pernyataan),” kata Edwin.

Ahli Nilai Tak Ada Tersangka Pembunuhan Jadi TC

Seperti diketahui, mulanya, pengacara terdakwa Putri, Febri Diansyah, bertanya apakah dalam kasus pembunuhan berencana ini tersangka bisa mendapat status sebagai justice collaborator (JC).

“Terkait justice collaborator, saya ingin menegaskan saja tadi kan Saudara Ahli sampaikan di sini riwayatnya dan pengaturannya untuk kejahatan luar biasa. Nah, pertanyaan sederhananya, apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 atau Pasal 338 (KUHP)?” tanya Febri.

Mahrus mengatakan Pasal 28 UU Perlindungan Saksi dan Korban mengatur status justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu. Dalam pasal tersebut, kata Mahrus, dijelaskan ada beberapa jenis perbuatan pidana beserta klausulnya.

“Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu di situ dijelaskan pelakunya kan banyak tuh jenisnya tindak pidananya, cuma di situ ada klausul yang umum lagi termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan,” kata Mahrus.

Berikut ini isi Pasal 28 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban:

Pasal 28 ayat (2)

(2) Perlindungan LPSK terhadap Saksi Pelaku diberikan dengan syarat sebagai berikut:

a. tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
b. sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Saksi Pelaku dalam mengungkap suatu tindak pidana;
c. bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya;
d. kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis; dan
e. adanya Ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya Ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap Saksi Pelaku atau Keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.

Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) huruf a disebutkan bila salah satu syaratnya adalah tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK yang merujuk pada Pasal 5 ayat (2) yang isinya adalah:

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.

Dalam penjelasan untuk Pasal 5 ayat (2) disebutkan sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 5 ayat (2)

Yang dimaksud dengan “tindak pidana dalam kasus tertentu” antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.

Kembali ke Mahrus, dia mengatakan pasal tersebut menjelaskan seorang tersangka bisa mendapat status justice collaborator sepanjang masuk jenis pidana kasus pencucian uang, korupsi, narkotika, dan kasus kekerasan seksual. Mahrus menyebut dalam kasus pembunuhan ini tidak ada tersangka yang bisa mendapat posisi sebagai justice collaborator.

“Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika, kemudian apalagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ,” ujar Mahrus. (pp)