Ada Pungli di Istana Negara

kabarin.co – Semut di seberang keliatan, gajah di pelupuk mata tak tampak. Itulah pepatah yang tepat, soal pungutan liar (pungli). Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir Oktober tahun lalu dengan Peraturan Presiden Perpres Nomor 87 Tahun 2016, membentuk tim sapu bersih pungutan liar (Saber Pungli). Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (MenKoPolHukam), Wiranto, ditunjuk Presiden Jokowi memimpin tim ini.

Sasaran tim ini adalah memantau sektor pelayanan, mulai dari pembuatan KTP, SKCK, STNK, SIM, BPKB, izin bongkar muat barang di pelabuhan, hingga sejumlah izin di berbagai kementerian lainnya. Selain melakukan penindakan, tim Saber Pungli juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung terjadinya pungli.”Tim juga akan menyisir regulasi yang dobel, tumpang tindih, regulasi yang tidak efektif, dan merugikan rakyat. Itu kami sapu juga sehingga regulasi izin itu sederhana, praktis, mudah, dan tidak ada peluang pungli,”kata Wiranto saat penunjukannya.

Tak salah jika polisi menjadi leading sector dalam tim ini, bersama Kejaksaan Agung serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tapi Jokowi lupa bahwa di sekitarnya justru terjadi pungutan liar. Seorang peneriman bantuan Prensiden Jokowi untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan, misalnya selalu dipotong 15 persen dari yang harus diterima dan ditandatangani tanda terimanya.

Seorang penerima bantuan Presiden Jokowi yang ditemui informan indonesiapolicy.com mengaku hanya menerima Rp 85 juta, dari Rp 100 juta yang harus diterima dan ditandatangani tanda terimanya. Pada bantuan berikutnya hanya menerima Rp 65 juta dari 80 juta yang harus diterima dan ditandatangani tanda terimanya. “Bahkan, orang Istana menyarankan agar kami mengajukan proposal lagi untuk menerima bantuan berikutnya. Mungkin, karena kami koorperatif ya,”ujar sumber tersebut. Diduga semua kegiatan dan bantuan dari dalam istana, selalu kena korting, orang-orang yang mencari keuntungan di sana. “Hal ini sudah terjadi sejak zaman Suharto,”ujar sumber itu lagi.

Potongan bantuan itu dilakukan orang dalam Istana Negara yang menjadi penghubung antara penerima bantuan dan pemberi bantuan. Kehadiran Teten Masduki, aktivis anti korupsi, sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) dan Johan Budi S.P, bekas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi yang kini jadi juru bicara Presiden Jokowi, ternyata tak berdampak positif di lingkungan istana. Kalau ingin negara bersih seharusnya, di lingkungan kepala negara juga bersih. Sayang sekali. (indonesiapolicy.com)

Baca Juga:

Istana Tantang SBY Untuk Menyebutkan Nama Yang Menghalanginya Bertemu Jokowi

Istana Keluarkan Aturan Pidato 7 Menit Perlu Diterapkan di Acara Resmi Negara Lain

Sindir Pemerintah soal HAM, Hendardi: Jangan Hanya Pelawak yang Diundang ke Istana