Aji Santoso Menyebut Fenomena Pemecatan Pelatih Sepakbola Kejam

Sepakbola34 Views

Kabarin.co – Fenomena pemecatan pelatih mewarnai pelaksanaan Liga 1 2022-2023 yang baru memasuki pekan kedelapan. Total sudah ada lima pelatih klub Liga 1 yang menjadi korban kerasnya kasta tertinggi sepak bola Indonesia.

Lima pelatih tersebut adalah Robert Rene Alberts (Persib Bandung), Javier Roca (Persik Kediri), Jacksen F Tiago (Persis Solo), Dejan Antonic (Barito Putera), dan Sergio Alexandre (PSIS Semarang).

Kelimanya mengakhiri kerjasama karena alasan serupa, yakni penurunan performa tim di lapangan.

Menyikapi hal tersebut, pelatih Persebaya Surabaya Aji Santoso menyebut fenomena pemecatan massal ini sebagai hal kejam.

Namun, di sisi lain ia tidak melihat kejadian-kejdian ini sebagai hal yang luar biasa, sebab sudah sepatutnya klub mengejar prestasi terbaik.

“Ya, memang kalo kita lihat berita-bertai kompetisi dimana pun, jujur kompetisi di Indonesia ini paling kejam. Namun, menurut saya itu merupakan suatu kewajaran artinya memang seorang pelatih itu dituntut untuk berprestasi,” terang pelatih berlisensi AFC Pro ini.

Pemecatan ini sudah menjadi bagian dari resiko pekerjaan sebagai pelatih.

Ia mengingatkan kembali kasus pemecatan Claudio Ranieri dari Leicester City pada 2017. Padahal, Ranieri berhasil mengantarkan Leicester City juara Premier League 2015-2016 pada musim kompetisi sebelumnya.

Pemecatan pelatih asal Italia tersebut menunjukkan bahwa fenomena pemecatan pelatih memang hal wajar dalam industri sepak bola. Khususnya menyangkut masalah prestasi.

Namun, yang lebih menjadi perhatian Aji Santoso adalah mengenai keputusan klub untuk menghentikan kerjasama dengan pelatih.

Sebelum mengambil langkah untuk berpisah, klub wajib memahami betul risiko yang harus dihadapi timnya nanti.Pemecatan pelatih menjadi tidak wajar jika diambil berdasarkan desakan salah satu pihak tanpa pertimbangan objektif dari klub.Baginya, hanya hierarki klub tahu yang terbaik bagi tim mereka.

“Terpenting adalah bagaimana manajemen itu melakukan keputusan harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang bukan karena desakan siapapun,” tegas mantan pelatih Persela Lamongan tersebut.

“Yang selama ini banyak terjadi, kalau menurut saya ya, itukan dipecat dan tidaknya yang menentukan adalah manajemen bukan yang lain.”

“Jadi, memang harus berpikir mempertimbangkan baik lebihnya seorang pelatih. Tetapi, kalau seumpamanya memang sudah sangat parah ya mungkin itu menjadi keputusan manajemen,” imbuhnya.

Menurut Aji Santoso, pelatih pun ikut terlibat dalam siklus kejamnya sepak bola Indonesia.

Sebab, setiap tahunnya pelatih juga melakukan seleksi yang menentukan keberlangsungan masa depan pemain di satu klub.

Secara pribadi ia sudah menanamkan sikap bertanggung jawab di semua klub yang dibela. Ia tidak segan mundur atau menerima konsekuensi jika memang dirasa tidak memenuhi ekspektasi.

Ia siap menanggung semua resiko dengan catatan diberikan kepercayaan penuh untuk mengelola tim dan memaksimalkan potensinya.

“Masalah teknis itu harus diserahkan pada seorang pelatih karena memang sudah bertanggung jawab, tidak ada tim (khusus) untuk perekrutan pemain, tapi dari pelatih,” terang pelatih berusia 52 tahun tersebut.

“Namun, alhamdulilah di Persebaya dari saya masuk pada 2011 sampai sekarang tidak pernah sekalipun, bahkan presiden pun benar-benar menyerahkan tanggung jawab tim kepada seorang pelatih,” imbuhnya.

Aji Santoso meyakini semua pelatih juga punya rasa tanggung jawab sama. Pemecatan menjadi hal yang wajar jika memang pelatih sudah diberikan kesempatan dan kepercayaan penuh dari klub.

“Memang yang benar seperti itu, menurut saya dengan diberikannya tanggung jawab ke tim pelatih yang sudah menangani klub.“Sepakbola seperti itu walaupun memang agak kejam di indonesia daripada negara lain,” pungkasnya.(pp)