Amerika dan China Bisa Terlibat Konflik Terbuka Terkait Laut China Selatan

kabarin.co – MELBOURNE, Salah satu mantan petinggi milier AS paling senior, Laksamana (Purn.) Dennis Blair memperingatkan Cina dan AS berisiko terlibat konflik terbuka terkait Laut Cina Selatan gara-gara kesalahpahaman mendasar di antara kedua negara.

Laksamana Blair yang juga mantan kepala National Intelligence dan panglima US Pacific Command kepada program Four Corners ABCmengatakan tidak percaya Amerika atau Cina mau melakukan perang guna mengakhiri pertikaian.

Menurut dia, kedua pihak kini terjebak dalam posisi berhadap-hadapan dan membuat situasi hampir mustahil untuk mencapai kompromi. LauT Cina Selatan merupakan salah satu kawasan yang paling dipersengketakan di dunia. Terjadi klaim yang tumpang-tindih dari berbagai negara termasuk sekutu tradisional AS, yaitu Filipina.

Cina menyatakan klaim atas perairan dangkal dan pulau-pulau yang ada di dalam wilayah yang dikenal sebagai”Nine-Dash Line (Jalur Sembilan Garis Teputus), yang mencakup 90 persen area Laut Cina Selatan.

“Ketika saya bicara dengan (pejabat) Cina, saya benar-benar jujur, dari sudut pandang Amerika. Saya kira ada ketidakmampuan kami berdua untuk memahami apa yang terjadi di satu sisi, dan coba menemukan kompromi yang bisa diterima kami berdua,” kata Laksamana Blair.

Citra satelit yang belum pernah dirilis dan diperoleh program Four Corners menunjukkan paling tidak bulan lalu, para pekerja konstruksi Cina terus melakukan pengerjaan pembangunan di terumbu karang dan mengubahnya menjadi pulau-pulau sebagai pangkalan yang siap.

Kapal-kapal penjaga pantai Cina telah menjauhkan kapal-kapal nelayan asing dari pulau-pulau tersebut, serta memperingatkan pesawat terbang untuk tidak melintas di atasnya. Menurut Laksamana Blair, klaim Cina itu merupakan sesuatu yang tak bisa diterima AS dan kebuntuan ini menciptakan situasi dimana tak ada pihak yang tampak mengalah.

“Tampaknya kita harus menghadapi rentetan (situasi) konsesi atau menang, dan itu merupakan hubungan yang bisa menjadi tegang seiring dengan waktu. [Bisa] mengarah jadi konflik. Kesalahpahaman, lalu ketakutan dan konflik,” jelasnya.

Jika konflik akhirnya terjadi, Laksamana Blair menyatakan mungkin pekerjaan 10 atau 15 menit bagi militer AS untuk menetralisir pos-pos Cina di Laut Cina Selatan.Dia menyarankan Angkatan Bersenjata Australia (ADF) ambil bagian dalam latihan bersama AS di perairan yang dipersengketakan itu.”Saya kira kapal-kapal Australia dan Amerika harus berlatih bersama di Laut Cina Selatan, menunjukkan jika diperlukan mereka akan mengirimkan pasukannya ke wilayah perairan dan udara internasional,” katanya.

Menlu Australia Julie Bishop mengatakan AS belum pernah meminta Australia mengambil bagian dalam latihan di perairan yang dipersengketakan. “Kami akan terus melakukan apa yang selalu kami lakukan yaitu melewati Laut Cina Selatan, menjalankan hak melintasi perairan dan melewati udara,” kata Menlu Bishop.

Di 2013, Filipina menyeret Cina ke peradilan arbitrase di Den Haag untuk menyelesaikan sengketa. Pada Juli 2016, peradilan itu memenangkan Filipina dan menyatakann Jalur Sembilan Garis Terputus yang diklaim Cina tidak sejalan dengan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut.

Cina menolak keputusan itu dan tidak mau mengakui jurisdiksi peradilan tersebut. “Penegasan Cina itu kontradiktif, tidak berdasar hukum dan melanggar hukum internasional. Kami berharap masyarakat internasional akan membantu kami dalam mematuhi keputusan (peradilan arbitrase),” kata mantan Menlu Filipina Albert Del Rosario. (rep)

Baca Juga:

China Mengerahkan 40 Jet China Manuver di Laut China Timur

Duterte Di Anggap Plin-plan Dalam Menganggapi Sengketa Di Laut China Selatan

Mahkamah Arbitrase: RRC Tidak Punya Hak Apapun di Laut China Selatan