Australia: Teman atau Lawan?

kabarin.co – Hubungan Indonesia dan Australia kembali menemui masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) menghentikan sementara kerjasamanya dengan tentara Australia sehubungan dengan pelecehan pihak Australia yang ditemukan pada kurikulum pelatihan militer mereka, termasuk memplesetkan Panca Sila menjadi Panca Gila. Kenyataan yang terjadi dalam hubungan kedua negara sering kali bertentangan dengan retorika “Indonesia adalah tetangga terpenting” seperti yang sering diucapkan para pemimpin Australia. Namun kenyataannya, tindakan para pejabat atau pemimpin Australia lebih sering tidak mencerminkan ucapannya.

Para pemimpin Australia perlu menyadari bahwa politik luar negeri mereka dengan Indonesia sangat kental dengan gaya superioritas barat yang arogan ketimbang seorang tetangga yang baik. Sikap arogan tersebut ditunjukkan PM. Tony Abbot beberapa waktu lalu dalam upayanya menggagalkan hukuman mati bagi dua warga negaranya. Masih segar ingatan kita terhadap komentarnya yang meminta balas budi bantuan Australia bagi pemulihan Aceh dari bencana Tsunami dengan menghentikan hukuman mati bagi dua orang warganya. Padahal bantuan Tsunami di Aceh adalah bantuan kemanusiaan.  Menlu Australia ketika itu juga ikut mengancam akan menurunnya turis Australia ke Indonesia jika hukuman mati itu dilaksanakan.

Para politisi Australia memandang Indonesia sebagai ancaman. Lihatlah buku putih yang secara teratur dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Indonesia disebut sebagai sebuah ancaman bagi negeri itu. Karena itu, bukan tidak mungkin materi kurikulum pelatihan tentara Australia mendeskreditkan TNI, dan juga  berisi tulisan tentang peristiwa Timor Timur dan  tentang masalah Papua, sebagaimana disampaikan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Sulit dimengerti bahan kurikulum pelatihan  itu tidak diketahui oleh komandannya yang seharusnya sensitif terhadap hubungan kedua negara.

Selama bertahun-tahun Australia pernah mengeluarkan travel advisory  (TA), peringatan perjalanan kepada warganya untuk mempertimbangkan kembali kunjungan ke Indonesia.  Peringatan perjalanan itu bisa dimengerti sebagai kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, tapi tingkat peringatan perjalanan yang dikenakan kepada Indonesia sangat melecehkan, yaitu tingkat-4, hanya setingkat di bawah tingkat yang melarang sama sekali kunjungan ke Indonesia. Ditingkat itu Indonesia satu kelompok dengan negara-negara yang dianggap sarang teroris, seperti Somalia dan Afghanistan. Sekarang Australia telah merubah tingkat TA menjadi empat tingkat, dan Indonesia masuk tingkat 2 dimana orang Australia yang berkunjung ke Indonesia diminta untuk menerapkan sikap hati-hati tingkat tinggi (Level 2 – Exercise a high degree of caution).

Antara Bantuan dan Kepentingan Australia

Sebelum terjadinya bencana Tsunami di Aceh, hubungan Indonesia dengan Australia sedang menurun akibat arogansi PM. John Howard yang memperagakan posisi Australia sebagai “Deputy Sheriff” Amerika di Asia. Australia ketika itu ikut menyudutkan Indonesia sewaktu Timor Timur dalam proses menuju referendum dan pasca referendum. Demikian juga setelah peristiwa 9/11 di New York, Australia menganggap Indonesia sebagai sarang teroris mengingat jumlah penduduk Islam Indonesia yang besar.

Pada saat bersamaan dengan peristiwa-peristiwa tersebut,  Indonesia masih dalam upaya memulihkan ekonominya dari krisis ekonomi yang berat dan sedang melakukan pembenahan dalam kerangka reformasi. Selayaknya ketika itu Australia sebagai tetangga “terpenting”, memberikan bantuan ekonomi ketimbang menyudutkan Indonesia, tetapi justeru sebaliknya memandang rendah Indonesia.

Karena itu, Tsunami di Aceh pada Desember 2004 memberi peluang bagi Australia untuk memperbaiki hubungan dan citranya di Indonesia. Secara psikologis, situasi keprihatinan di  Indonesia saat itu memudahkan Australia untuk mendapat simpati pemerintah baru di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono.  Kedekatan geografis, memudahkan Australia memberi bantuan tenaga maupun peralatan. PM. Howard berhasil merekat kembali hubungan kedua negara, dan hubungan dua negara tetangga dekat tersebut semakin baik setelah Howard digantikan oleh PM. Kevin Rudd.

Bantuan Australia untuk meningkatkan kapasitas aparat keamanan kita juga termasuk yang sering dibanggakan Australia. Padahal, bantuan-bantuan seperti itu lebih menguntungkan Australia karena memberikan dampak positif bagi keamanan Australia. Meningkatnya kemampuan aparat keamanan Indonesia dalam membendung dan menangkap teroris dapat mengurangi potensi penetrasi teroris ke Australia. Biaya membantu meningkatkan kapasitas Indonesia dibidang keamanan jauh lebih murah dibanding jika Australia harus menghadapi sendiri masalah teroris di dalam negeri.

Pengalaman saya di Melbourne, Australia (2007-2010), meskipun Indonesia dan Australia mempunyai perjanjian kerjasama perdagangan dengan Indonesia, pemerintah Australia sendiri tidak memberikan dorongan bagi pengusahanya berdagang ke Indonesia.  Sebabnya, Indonesia masih dianggap rawan dengan terorisme, bahkan pengusaha Australia ketika itu diberi insentif bila berdagang dengan Vietnam dan Tiongkok. Para pejabat Australia enggan mengeksekusi program kerjasamanya dengan Indonesia karena disamping melihat Indonesia masih rawan dalam soal keamanan, Travel Advisory juga tidak memungkinkan mereka melakukan perjalanan dinas ke Indonesia, apalagi asuransi di Australia tidak ada yang mau menawarkan jasanya untuk mereka yang melakukan perjalanan ke Indonesia karena TA.

Dengan demikian, pejabat Indonesia perlu menyadari bahwa bagaimanapun Australia tetap lebih mementingkan kepentingannya, sebagaimana ungkapan “tidak ada teman yang abadi, yang ada kepentingan abadi.”  Sangat disayangkan, masih ada elemen di dalam negeri yang karena kepentingannya sendiri, seperti bisnis atau lembaga yang menerima “kebaikan” Australia, telah mengaburkan adanya sikap negatif Australia terhadap Indonesia.–

Oleh: Budiarman Bahar, pengamat hubungan internasional,  pernah tinggal di Melbourne Australia (2007-2010) (indonesiapolicy)

Baca Juga:

Hina Pancasila! Indonesia Hentikan Kerjasama Militer dengan Australia

Pria Australia Kibarkan Bendera Papua Merdeka di KJRI, Taufik : Harap Diusut Lebih Lanjut

Dava Laksono : Kami Dukung Penghentian Kerjasama Militer Australia