Catatan Ringan: Pemain Putra Daerah di Semen Padang, Ibarat Menunggu Bisul Pecah

Penulis: Rizal Marajo

Suatu hari, dalam kesempatan “ngupi-ngupi” dan makan siang dengan awak pers, Direktur Teknik Semen Padang FC, Iskandar Zulkarnain Lubis, diberi pertanyaan oleh salah seorang jurnalis olahraga senior. Inti pertanyaannya, seberapa besar kans pemain putra daerah masuk tim Semen Padang untuk kompetisi 2017?

Dengan lugas dan gamblang, Sang Dirtek menyebut tentunya akan ada porsi lebih untuk Anak Nagari membela Kabau Sirah tahun ini. Tentunya jika pemain lokal tersebut mampu menunjukan kualitas yang jempol, mampu bersaing dengan pemain luar, dan tentunya memenuhi standar tim pelatih.

Jika itu dimiliki, Semen Padang akan membuka pintu seluas-luasnya bagi putra daerah.  Sang Dirtek pun tak main-main, dua hari kemudian melalui sebuah grup
media sosial yang berisikan para kuli android dan flash disk,  meminta masukan dan data-data lengkap, siapa saja pemain lokal daerah yang bermain di klub luar, sehingga bisa dipertimbangkan untuk dipanggil pulang.

Tak hanya itu, dia juga meminta data tentang potensi-potensi lokal muda dan potensial, yang selama ini mungkin belum terjamah dan terpantau. Start yang lumayan bagus, dan cara memulai yang meyakinkan dalam menanggapi isu putra daerah ini.

Ya, putra daerah adalah topik yang selalu “hangat” diperbincangkan di kalangan pecinta Semen Padang setiap kali akan memulai kompetisi, setidaknya dalam 3-4 tahun terakhir.

Mereka melihat, slot yang diberikan Semen Padang untuk pemain asal Sumbar masih tergolong minim. Sebagai tim kebanggaan daerah, tentunya akan lebih afdol jika Semen Padang lebih membuka pintu lebih lebar untuk anak Nagari, disamping memberdayakan talenta-talenta lokal yang untuk merangsang kemajuan sepakbola di Sumbar.

Asumsi sederhananya, selain menjadi sebuah kebanggaan  jika banyak putra daerah bermain, animo penonton yang datang ke Stadion pun akan lebih besar. Siapa yang tak ingin berbondong-bondong ke Stadion melihat adik, kakak, anak, kemenakan, sahabat, pacar, sepupu, tetangga, ataupun orang kampungnya main di Semen Padang, di Liga kasta tertinggi lagi.

Memang ada putra daerah yang sudah malang melintang bermain di Semen Padang dalam beberapa tahun terakhir, tetapi mereka rindu juga untuk melihat pemain lokal yang lebih muda dan segar selain Jandia Eka Putra, Hengki Ardles, Irsyad Maulana, ataupun Rudi Doang.

Pun, bagi pemain muda lokal sendiri, bermain untuk Semen Padang adalah cita-cita dan impian, ketika mereka memilih menekuni sepakbola sebagai jalan hidup, bahkan profesi mereka. Sayangnya, tak banyak yang bisa menembus tebalnya tembok masuk Semen Padang.

Solusinya mereka terpaksa lari mencari klub keluar daerah, berusaha menunjukan kemampuan terbaik disana. Disatu sisi mereka tetap menyelipkan harapan, suatu saat mereka akan menerima panggilan untuk membela Semen Padang.

Walau ada juga yang “jual mahal” setelah merasa mapan di klub luar, sehingga Semen Padang tak lagi menjadi impian. Cara berfikir mereka tak lagi tentang fanatisme daerah atau ikatan emosional kampung halaman, tetapi sudah bicara tentang sikap profesional dan kesejahteraan hidup. Tentunya ini hal  yang pantas dimaklumi juga, dan wajar.

Nah, tahun ini topik putra daerah ini kembali menghangat, bahkan lebih hot dari biasanya. Ibarat bola salju yang terus menggelinding, semakin lama semakin membesar.

Di kalangan suporter Semen Padang saat ini, tak ada topik lebih menarik ketimbang menunggu kepastian siapa pemain putra daerah yang akan masuk tim tahun ini. Topik ini lebih menarik dari isu pemain asing sekalipun. Keinginan dan kerinduan yang sudah begitu dalam sepertinya.

Ketika beberapa pemain baru yang sudah resmi direkrut Semen Padang sejauh ini, faktanya belum satupun yang berlabel putra daerah, meskipun beberapa nama sudah menjalani trial atau seleksi beberapa hari.

Ibarat menunggu bisul pecah, itulah yang dirasakan para pendukung tim demi menanti foto putra daerah pamer membentangkan jersey Semen Padang dengan Sang Dirtek atau manejer tim sebagai tanda deal.

Manajemen tim pun sepertinya serba salah juga menyikapi fenomena putra daerah ini. Ketika mereka punya keinginan untuk mengakomodasi, ada regulasi terbaru PSSI soal pemain Liga mendatang yang membuat rencana mengakomodasi putra daerah sedikit berantakan, khususnya soal batasan usia U-23.

Ketika pemain lokal potensial dipanggil, seperti Mardiono, Arif Yanggi, Leo Guntara, ataupun Alan Martha, semuanya sudah melewati limit umur. Sementara manajemen tim sudah menetapkan kuota hanya 23-24 pemain untuk kompetisi musim ini.

Padahal, secara potensi pemain seperti Mardiono dan Arif Yanggi dan lain-lainnya itu, secara kualitas layak masuk tim dan bisa bersaing dengan pemain-pemain lainnya.  Selain itu, mereka punya semangat lebih, dan merasa tertantang membuktikan kemampuan mereka layak  bermain di Semen Padang. Tapi sejauh ini, belum ada penjelasan resmi dari manajemen atau tim pelatih soal kans putra daerah masuk tim.

Mungkin perlu solusi bijak dari manajemen tim, untuk permasalahan pemain daerah ini. Entah itu menambah kuota pemain atau cara lain, tapi yang jelas manajemen tak boleh menutup telinga dan mengabaikan begitu saja topik putra daerah yang terus berkembang di tengah pendukung tim. Sebuah kekecewaan yang sangat besar menanti, jika musim ini tak juga ada pemain baru berstatus putra daerah.

Well, saya yakin manajemen bisa mencarikan solusi yang bisa menyenangkan hati semua orang. Tentunya itu akan menjadi nilai plus bagi manajemen dan tim pelatih. Pastinya apresiasi akan datang dengan sendirinya, dan rasa cinta dan rasa memiliki tim pun akan semakin terasa.

Hal lain?, setidaknya di media sosial akan bermunculan bentuk-bentuk apresiasi spontan dari publik. Misalnya, “Terima kasih Manajemen, #respect”, atau Good Job manajemen, thanks telah mendengarkan aspirasi suporter”. Bahkan, bisa saja muncul yang lebih ekstrem, “Manajemen ganteng deh, suwer!”

Semoga saja