Istri Mengajak Bercinta Tiap Hari, Suami “Lempar Handuk”, Akhirnya Bercerai

kabarin.co – Banyak hal yang menjadi pemicu istri minta cerai. Selain faktor ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang selama ini diklaim sebagai pemicu utama, ternyata ada faktor lain. Yaitu, istri masih muda dan ingin segera menjanda.

Ini kata Sulton Sulaiman, pengacara spesialis perceraian keluarga. Undang-Undang Kompilasi Hukum Islam dan UU 1/1974 tentang Perkawinan, menurut dia, lebih mengistimewakan hak perempuan.

Sulton mencontohkan, bila suami mengajukan gugat talak, istri meminta uang kenang-kenangan (iddah mut’ah).Uang itu diminta diberikan selama tiga bulan. Nilainya sesuai kesepakatan kedua pihak. Selain iddah mut’ah, suami dibebani biaya surat lebih mahal.

Artinya, biaya cerai talak lebih mahal daripada gugat cerai. ”Gugat talak lebih susah daripada gugat cerai,” tegas Sulton Sulaiman.

Menurut pengacara yang tinggal di Cerme itu, perceraian terjadi akibat sudah ada ketidakcocokan dalam rumah tangga. ”Penyebabnya macam-macam. Kadang sampai bingung membuat materi gugatannya,” ungkap Sulton.

Di antaranya, istri sudah memiliki pandangan pengganti suaminya. Untuk selingkuh, dia takut. Istri kemudian selalu membikin gaduh rumah tangganya. Cekcok tanpa sebab jelas.

”Endingnya, mengajukan gugat cerai,” ungkapnya. Biasanya, usia perempuan masih cukup muda. Antara 23 tahun hingga 30 tahun. ”Semua tinggal di perkotaan (Gresik Kota),” kata Sulton.

Ada juga istri yang tidak mendapatkan jatah nafkah batin. Karena kerap keluyuran malam, suami kecantol wanita idaman lain (WIL). Biasanya, ekonomi laki-laki sudah mapan.

Mereka berprofesi pegawai swasta, pegawai pemerintahan, bahkan perangkat desa. ”Tahun lalu ada tiga oknum perangkat desa yang digugat cerai karena memiliki WIL,” ujarnya.

Ada pula suami yang sudah tidak mampu memuaskan istrinya di atas ranjang. Suami justru meminta istrinya mencerai dirinya. Kasus itu menimpa pasangan suami-istri asal Cerme.

Selama ini, nyaris tidak pernah cekcok terkait ekonomi. ”Cekcok terjadi karena suami tidak mau melayani istri,” jelasnya.

Setiap hari istri bisa meminta ”jatah” nafkah batin berkali-kali. Suami ”lempar handuk”. Akhirnya, menyerah.

Minta si istri menceraikannya. ”Yo cepat mati kalau begini terus,” ungkap Sulton menirukan pernyataan si laki-laki. Suami pasrah dicerai.

Sulton mengaku sempat bingung membuat gugatan cerai tersebut. Majelis hakim, kata Sulton, berupaya mendamaikan mereka. Tapi, syaratnya istri tidak boleh meminta ”jatah” terus-terusan. Persyaratan itu ternyata ditolak klien.

Namun, Sulton membenarkan bahwa banyak problematika hidup rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi. Dari ekonomi menjurus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan berlanjut perceraian.

Sebelumnya diberitakan, selama 2016 dan tiga bulan pertama 2017, terjadi kenaikan kasus perceraian di Kabupaten Gresik.

Perempuan Kota Pudak lebih berani menggugat cerai daripada suaminya. Selama 2016, tercatat ada 2.059 perkara perceraian yang masuk Pengadilan Agama (PA) Gresik. Perinciannya, cerai talak 630 perkara dan cerai gugat 1.429 perkara.

Artinya, lebih banyak pihak istri yang berinisatif merobohkan bangunan pernikahan yang sah. Pada Januari hingga Maret 2017, tercatat 544 perkara perceraian sudah masuk.

Perinciannya, cerai talak 163 perkara dan cerai gugat 381 perkara. Artinya, pihak istri lagi-lagi lebih mendominasi perkara perceraian.

Panitera muda hukum Pengadilan Agama Gresik Istiqomi menjelaskan, penyebab retaknya biduk rumah tangga memang didominasi faktor ekonomi dan perselingkuhan.

Gugat cerai akibat perselingkuhan tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di desa-desa. ”Tapi, di kota lebih banyak (perselingkuhan, Red),” tegasnya.

Kepala Kantor Keluarga Berencana dan Perlindungan Perempuan (KB-PP) Gresik dr Adi Yumanto menyatakan, persoalan ekonomi yang kemudian sampai menimbulkan KDRT sulit untuk didamaikan.(*/jpnn)