Jempol untuk Pemko Solok, Kabupaten/Kota Pertama di Indonesia yang Kirim Tim Kemanusiaan ke Kabupaten Asmat

kabarin.co — Acungan jempol layak diberikan kepada Pemerintak Kota Solok. Sebagai bentuk kepedulian, misi kemanusiaan diusung Pemko Solok terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang melanda masyarakat di Kabupaten Asmat Propinsi Papua.

Pemko Solok adalah daerah pertama di Sumbar, bahkan Indonesia yang mengirim misi tersebut, dan mendapat apresiasi dari masyarakat setempat. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Umum PMI Kota Solok yang juga menjadi bagian tim kemanusiaan Pemko Solok Peduli Asmat Papua Ronnie D Daniel.

Seperti beritakan harianhaluan.com, Kehadiran tim yang beranggotakan sebanyak 5 orang terdiri dari Nasril In Dt Malintang Sutan (perwakilan DPRD), Ronnie D Daniel (PMI) dr. IGM Afridoni, Spa, Hartini herawati dan Febrianto Syahril (Dinskes) di kabupaten Asmat yang merupakan pemekaran dari kabupaten Merauke ini, lantaran tim kemanusiaan dari Kota Solok merupakan satu-satunya perwakilan Kabupaten/Kota se-Indonesia yang hadir di kabupaten yang memiliki 23 distrik (kecamatan) dan 224 desa tersebut.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah paling ujung nusantara itu pada Rabu (31/1) lalu, tim langsung disambut oleh Bupati Asmat Elisa Kambu, S.Sos di posko utama KLB di kota Agats yang merupakan ibukota kabupaten Asmat. Meskipun jauh dan berbiaya besar serta kebudayaan dan keyakinan berbeda, ternyata tidak menghalangi semuanya.

“Kami sungguh tidak menyangka Bapak, Ibu berkenan datang jauh jauh dari bagian tengah pulau Sumatra ke kampung kami. Apalagi dengan membawa tenaga relawan dan berbagai jenis bantuan yang sangat kami butuhkan,” kata Bupati Asmat Elisa Kambu, S.Sos dikutip Ronnie Daniel.

Ronnie menyebutkan, kebanyakan relawan dan tim kemanusiaaan yang datang ke daerah itu, rata-rata dari swasta dan pemerintah pusat serta lembaga lain yang dibiayaai dengan dana Corporate sosial responsibility (CSR). Sementara tim kemanusiaan Kota Solok berangkat dengan dana yang berbeda-beda.

Semisal PMI dibiayai dengan PMI, perwakilan DPRD dengan dana DPRD dan tenaga medis dinkes dibiayaai oleh APBD Kota Solok. Hal itu ternyata bukan halangan untuk memberikan bantuan kemanusiaan meski biaya yang keluarkan cukup besar.

“Karena komitmen sejak awal keberangkatan, kita tidak ingin membebani pemerintah setempat. Kita langsung ditugaskan untuk membantu warga di puskesmas Agats, kebetulan di sana tidak ada dokternya,” kata Ronnie

Pihaknya menuturkan, meski datang dengan latar belakang budaya dan keyakinan yang berbeda, namun pihaknya sangat mengapresiasi sambutan masyarakat setempat yang sangat kooperatif dan bersahabat dengan para relawan kemanusian yang datang. “Mereka sangat bersahabat, kondisi ini membuat kita merasa mendapat tempat untuk memberikan pelayanan kemanusiaan yang maksimal bagi warga,” jelasnya.

Selain membawa bantuan makanan berupa 150 paket Rendang Solok, obat-obatan dengan kwalitas diatas rata-rata obat-obatan yang ada di sana dan bantuan dana tunai sebesar Rp20 juta, tim juga langsung memberikan pelayanan medis bagi masyarakat yang membutuhkan, terutama bagi kesehatan anak.

Dokter spesialis anak Igm Afridoni langsung meberikan pelatihan dan simulasi penanganan kesehatan anak bagi para ibu dan petugas puskesmas yang ada di daerah itu.

“Saat ini program KLB sudah berakhir dan dilanjutkan dengan Program Pemantauan, pendampingan, peningkatan sarana dan prasarana serta bakti sosial dengan kementerian terkait selama 9 bulan ke depan,” ujarnya.

Terkait kondisi di lapangan, kata dia, Kabupaten Asmat merupakan kabupaten yang berada di pinggir laut. Nyaris sebagian besar bangunan rumah, jalan dan fasilitas lainnya dibangun diats rawa-rawa. Minimnya sarana air bersih membuat warga setempat hanya mengandalkan air hujan untuk keperluan sehar-hari. Sedangkan untuk minum, mereka terpaksa harus mengkonsumsi air mineral kemasan setiap hari.

Sementara untuk mata pencariaan masyarakat hanya bergantung dari hidup sebagai nelayan dan buruh kasar. Tidak ada yang hidup sebagai petani sehingga masyarakat di wilayah itu mengalami krisis pangan. Kondisi ini juga membuat sembako didaerah itu sangat mahal harganya. “100 persen kebutuhan sembako di daerah ini disuplay dari luar (Mimika), yang jaraknya sangat jauh dari sini. Mahal diongkos kirimnya,” beber Ronnie.

Sementara untuk menjaga kesehatan tim agar terhindar dari penyakit, sejak awal keberangkatan sudah dibekali dengan obat-obatan pribadi seperti anti malaria dan sebagainya. “Untuk tim kita tetap safety, guna mengantisipasi kemungkinan terburuk,” jelasnya sembari menyebutkan belum bisa memastikan kapan timnya akan berangkat pulang.(*/hh)

Sumber: harianhaluan.com