Leicester City, Tim “Gurem” yang Jadi Buah Bibir Dunia

Kabarin.co  – Leicester City, sebelum musim 2015/2016, hanyalah tim mediocre di Liga Inggris. Bahkan, tim yang lebih menonjol dengan “prestasi” hanya sekadar bolak-balik di level teratas Liga Inggris ini, lebih sering disebut tim gurem di liga paling ketat di dunia itu.

Tapi kini, ibarat gosokan lampu aladin, Leicester mampu menggebrak,  memimpin Liga Inggris. Bahkan, menjadi tim yang terdepan untuk juara. Hal ini membuat klub berjuluk The Foxes atau Si Rubah ini, sontak menjadi perbincangan dunia.

Saat ini Leicester memuncaki klasemen dengan keunggulan lima angka atas Tottenham Hotspur di posisi dua, ketika musim menyisakan empat laga lagi.

Jika tampil sebagai juara, tentunya ini akan menjadi catatan sejarah tersendiri bagi Leicester. Sepanjang hidupnya, prestasi terbaik Leicester hanyalah runner up Liga teratas Inggris.

Bahkan prestasi satu-satunya itu terjadi pun terjadi di “zaman batu” berhasil melakukannya maka itu akan menjadi pencapaian tersendiri buat Leicester, yang dalam sejarahnya baru pernah menjadi runner-up liga divisi teratas Inggris pada musim 1928-29 silam, atau 87 tahun silam.

“Di Argentina dan Amerika Selatan, orang-orang membicarakan Leicester. Di seluruh dunia, orang-orang kini bicara tentang Leicester,” ucap penyerang Leicester Leonardo Ulloa seperti dilansir Sky Sports.

“Mereka menaruh sedikit perasaan pada tim, mengenai cara main kami. Itu berbeda. Ini adalah tentang sebuah tim kecil yang bertarung dengan tim-tim besar.”

Ulloa pantas banyak bacot seperti itu, karena sejak pergantian tahun baru satu kali Leicester gagal menambah poin, yaitu ketika kalah 1-2 di markas Arsenal pada pertengahan Februari lalu.

Dari awal Maret sampai bulan ini Leicester juga sempat mencatat lima kemenangan beruntun, sampai akhirnya berimbang 2-2 lawan West Ham United akhir pekan lalu, dengan Ulloa mencetak gol di menit-menit terakhir untuk memaksakan hasil seri tersebut.

Dengan topskorer Jamie Vardy akan menjalani hukuman pada akhir pekan, Ulloa akan menjadi salah satu opsi di lini depan untuk memulai pertandingan lawan Swansea City, Minggu (24/4).

Tapi, sebetulnya apa kunci keberhasilan Leicester dibawah asuhan pelatih asal Italia Claudio Ranieri musim ini?

Pertama, mampu mempertahankan kontinuitas tim, walau terjadi pergantian pelatih. Ketika Leicester City menggusur Nigel Pearson di musim panas lalu, mereka mempertahankan Craig Shakespeare dan Steve Walsh. Claudio Ranieri dipersilakan untuk membawa asisten manajernya sendiri, namun pemegang kunci tim sebelumnya tetap berada di belakangnya dan membuat mereka menjadi stabil.

Kedua, Leicester memastikan pemandu bakat bekerja Dengan baik. Berbeda dengan duo Manchester yang menghabiskan ratusan juta untuk merekrut pemain, Leicester hanya investasi kecil-kecilan. Tapi investasi mereka efektif, hanya mendatangkan Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, bisa membuat mereka melaju kencang Premier League musim ini.

Ketiga, atmosfir tim yang diciptakan pelatih membuat tim ini seolah bebas tekanan. Inilah kepintaran Ranieri. Pria Italia ini bisa menjadi sosok paman yang baik bagi pemainnya. Atmosfer di dalam klub benar-benar positif, dan membuat mental pemain menjadi lebih rileks dan lepas bermain.

Keempat, faktor suporter sebagai pemain ke-12 tim, benar-benar dilakukan oleh pendukung Leicester. Jurus tiket murah yang diterapkan di King Power Stadium, ternyata menghasilkan keuntungan timbal balik yang positif. Tim dapat dukungan mksimal, suporter pun senang timnya meraih hasil membanggakan. (RMO)

(Dari berbagai sumber)

Leave a Reply