Menag tak Tahu Penerima Penghargaan HUT AJI adalah LGBT

Nasional8 Views

kabarin.co, JAKARTA – Kehadiran Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam acara ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-22 mendapat kritik dari beberapa pihak. Menanggapi hal tersebut, Lukman mengaku tidak tahu penerima penghargaan salah satunya adalah Forum Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseksual dan Queer (LGBTIQ).

Lukman mengatakan dalam acara yang dia hadiri tersebut, ada pemberian tiga penghargaan. Tasrif Award untuk kategori lembaga atau komunitas yang paling gigih memperjuangkan hak-haknya, Udin Award untuk wartawan yang paling gigih dengan liputan atau kehormatan profesinya, dan SK Trimurti Award untuk perempuan yang menggunakan media untukk berjuang. Lukman dan semua hadirin tak mengetahui siapa yang akan mendapatkan penghargaan di masing-masing kategori itu sampai tiba saatnya pengumuman.

“Ternyata yang menjadi pemenang untuk memperoleh Tasrif Award adalah Komunitas LGBTIQ dan IPT. Saya tentu tak bisa intervensi apapun terhadap penetapan award yang masing-masing dilakukan oleh tim penilai tersendiri,” ujarnya baru-baru ini.

Dalam acara itu, Lukman menyampaikan orasi kebudayaan. Dia menegaskan orasi tersebut tidak menyinggung para pemenang penghargaan tersebut. “Isi orasi saya justru mengingatkan media agar bersifat obyektif dan mengacu pada konstitusi NKRI yang masyarakatnya beragama dan beragam,” kata dia.

Baca juga: MUI: Menag Wajib Bertobat Karena Hadiri Acara Penghargaan LGBT

Berikut adalah acara ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen yang dihadiri menag Lukman Hakim seperti yang dilansir BBCIndonesia beberapa hari yang lalu.

Forum LGBTIQ dan IPT raih Suardi Tasrif Award

Forum LGBTIQ Indonesia dan Kelompok International People Tribunal IPT menerima Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen AJI, Jumat (26/08) malam.

Penghargaan AJI
Juri mengatakan yang diperjuangkan kelompok dan komunitas ini merupakan reaksi karena negara diam dan tidak dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. (foto: BBC Indonesia)

Penghargaan diberikan di tengah meningkatnya sentimen terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender LGBT di Indonesia, serta penolakan penyelesaian kasus 65.

Dua transgender tampil mewakili Forum LGBTIQ Indonesia menerima penghargaan tersebut, seorang trangender perempuan dan seorang transgender pria.

Abhipraya Ardiansyah Muchtar yang dilahirkan sebagai perempuan namun sejak awal merasa dirinya seorang pria, dalam pidato penerimaan memapar bagaimana kaum LGBT di Indonesia yang selama ini tak mendapat perlindungan, kini makin terancam karena ada upaya sejumlah kalangan untuk mengkriminalisasi mereka.

“Kini ada usaha kriminalisasi LGBTIQ lewat mekanisme Mahkamah Konstitusi. Saya berharap pemerintah Indonesia, termasuk Pak Menteri (Agama), mau melihat keadaan kami yang serba sulit, sering dipojokkan, dan mendukung pendidikan publik, agar mengerti dan mau menghentikan upaya diskriminasi terhadap kami,” kata Abhipraya Ardiansyah.

Ia juga berkisah bagaimana ia oleh 10 siswa dipaksa melakukan seks oral terhadap mereka, meninggalkan rumah, terjebak menjadi pekerja seks, sebelum kemudian bisa membebaskan diri dan berjuang untuk hidupnya dan untuk hak-hak LGBT.

Abhipraya Ardiansyah menambahkan penghargaan dari AJI memberikan harapan – sekaligus tantangan bagi jurnalis untuk menyajikan peliputan yang jernih terkait kelompok minoritas.

“Penghargaan ini menghibur kami ketika minggu-minggu ini,kaum LGBTIQ, dibanjiri informasi, propaganda dan kecurigaan, lewat media sosial maupun media mainstream, yang berisi ketidaktahuan soal seksualitas dari individu-individu macam saya,” jelas dia.

AJI
Kenza Vina, seorang waria asal Bengkulu meledak dalam tangis saat mewakili Forum LGBTIG bersama Abhipraya, seorang priawan (pria wanita). (foto: BBC Indonesia)

Dalam acara yang diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun ke22 AJI itu, Menteri Agama Lukman Saifuddin hadir untuk menyampaikan orasi kebudayaan sebagai puncak acara. Hadir pula Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara.

Seorang transgender yang lahir sebagai lelaki dan merasa sebagai perempuan, Kanza Vina yang juga mewakili Forum LGBTIQ Indonesia, memapar pengalamannya sendiri mengalami pelecehan sejak kecil oleh guru dan teman-temannya di sekolah.

“Ketika mulai sekolah, makin tahun, saya makin sering jadi korban ejekan dan cemoohan karena saya feminin. Ketika pelajaran agama, saya menjadi ‘alat peraga’ karena penampilan saya. Saya dibilang ‘umat Nabi Luth.’ Kegiatan sekolah perlahan jadi kegiatan penuh ketakutan” jelas dia.

Keberagaman Indonesia
Sementara Kusnendar, salah satu korban peristiwa 65, mewakili IPT menerima penghargaan. Tahun lalu IPT menggelar people tribunal di Den Haag Belanda dengan menghadirkan para saksi dan korban peristiwa 65.

Hasil keputusan final sidang Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) di Den Haag menyatakan Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.

Juri penghargaan Suardi Tasrif yang terdiri dari Nezar Patria (Dewan Pers), Ignatius Haryanto (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan /LSPP dan Luviana (penerima Tasrif Award 2013), mengatakan yang diperjuangkan kelompok dan komunitas ini merupakan reaksi karena negara diam dan tidak dapat memberikan perlindungan terhadap warganya

Diskriminasi juga dialami oleh mereka termasuk larangan untuk berekspresi di ruang publik, tambah mereka. Tahun lalu penghargaan Suardi Tasrif diberikan kepada sutradara Joshua Oppenheimer dan co sutradara yang dirahasiakan namanya yang membuat film tentang peristiwa 65, “The Act of Killings” dan “The Look of Silence,”.

Siti Khadijah
Siti Khadijah mendapatkan Anugerah SK Trimurti untuk perjuangan dan kerjanya memberdayakan perempuan di Deli Serdang melalui berbagai program di radio komunitas Hapsari. (foto: BBC Indonesia)

Tasrif merupakan seorang wartawan dan pengacara, yang membantu pendirian Lembaga Bantuan Hukum Jakarta 1971.

Dalam acara itu diberikan juga Anugerah SK Trimurti, kepada Siti Khadijajh, seorang perempuan yang sejak bertahun-tahun bekerja memberdayakan kaumnya, juga para buruh perempuan buruh kebun, melalui berbagai program di radio komunitas Hapsari.

“Ia juga memberdayakan kaum buruh kebun untuk melek internet, agar mereka bisa secara sehat mencari dan mengelola informasi yang di era sekarang bisa sangat menjebak. Informasi yang didapat: kenaikan harga, keadaan buruh, kekerasan seksual, bahkan juga menu makanan, didiskusikan, dibahas juga di radio komunitas Hapsari, oleh kaum perempuan buruh itu, disiarkan secara langsung,”ungkap juri yang terdiri dari Mariana Amirudin (Komnas Perempuan) Misiyah (Institut KAPAL Perempuan) dan Ging Ginanjar (BBC Indonesia).

Resepsi ulang tahun ke 22 AJI dipuncaki dengan orasi kebudayaan dari Menteri Agama Lukman Saifuddin, yang memapar antara lain, Indonesia merupakan bangsa yang becirikan kemajemukan dan keberagaman, namun belakangan didera berbagai ancaman dari kalangan yang hendak memaksakan keseragaman. (rep/bbc)