Mentawai, kabarin.co – Desa Pasakiat Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, larut dalam suasana haru saat putra terbaik mereka, Manuel Salimu, kembali menginjakkan kaki di tanah kelahiran, Sabtu (3/5/2025) sore.
Langit Mentawai seakan ikut bersedih, menyaksikan momen penuh emosi di dermaga kecil yang dipadati warga sejak pagi hari.
Tangis pecah saat sosok yang dahulu disegani sebagai anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai itu muncul dari perahu. Puluhan warga, keluarga, dan simpatisan tak kuasa membendung air mata.
Mereka memeluk erat Manuel, tak peduli status atau jabatan, yang kini telah ditanggalkan dari pundaknya.
“Saya pulang bukan sebagai pejabat, tapi sebagai anak Mentawai yang telah dizalimi, dan kini kembali kepada pelukan rakyat,” ucap Manuel dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca.
Kata-katanya disambut isak dan pelukan hangat dari warga yang merasa kehilangan sekaligus tersayat oleh luka ketidakadilan.
Manuel, yang diberhentikan dari jabatannya dan dipecat dari Partai Gerindra akibat kasus narkoba yang diduga kuat sebagai bentuk kriminalisasi politik, kini tengah memperjuangkan keadilan melalui gugatan di PTUN Padang.
Di tengah badai fitnah dan tekanan politik, ia memilih pulang—bukan untuk menyerah, tetapi untuk berlabuh di pelukan tanah yang melahirkannya.
Tangisan paling menyayat terdengar saat ibundanya, Rusiana, memeluk Manuel dengan tubuh bergetar.
Sang ayah, Martinus Ligup, berdiri membisu namun matanya tak mampu menyembunyikan duka dan kasih yang teramat dalam.
Satu per satu warga datang merangkul Manuel, menyampaikan harapan dan janji: mereka tidak akan meninggalkannya sendiri dalam perjuangan ini.
Jagau Saitauma, tokoh adat Pasakiat Taileleu, dengan suara berat menyampaikan keprihatinannya.
“Pemecatan dan penggantian Manuel adalah penghinaan bagi kami. Ia bukan sekadar anak kami, ia adalah harapan. Kini, satu dari dua sayap harapan kami telah dipatahkan,” ujarnya penuh luka.
Jagau menegaskan, Partai Gerindra telah merobek harapan masyarakat adat Taileleu dengan mengambil keputusan sepihak tanpa proses di Mahkamah Partai.
“Kami tidak rela 800 suara yang kami berikan kepada Manuel dialihkan. Jika ia tak dikembalikan, lebih baik kursi itu kosong.”
Manuel sendiri telah membantah tegas pemberitaan yang menyebut ia ditangkap saat pesta sabu pasca mengikuti Bimtek di Padang.
Ia menyebut narasi itu penuh rekayasa dan bagian dari upaya sistematis menjatuhkan dirinya secara politik.
Hari itu, Taileleu bukan hanya menyambut kepulangan seorang anak. Ia menyambut seorang pejuang yang jatuh namun tidak menyerah, yang datang kembali bukan dengan kuasa, tetapi dengan luka dan cinta.
Seorang anak Mentawai yang percaya, keadilan akan pulang seperti dirinya—ke tanah yang tak pernah berhenti menunggu.
(*)