Michael Victor Sianipar: Personal Assistant Gubernur DKI Jakarta

Metro, Politik36 Views

kabarin.co – Jika Anda mengikuti rekam jejaknya sejauh ini, Michael Victor Sianipar adalah orang yang tepat untuk mengomentari politik dari kacamata generasi muda. Periode berkarier di gedung pemerintahan Jakarta sebagai personal assistant Gubernur DKI Jakarta dan pengalamannya mengajukan diri sebagai caleg memberinya perspektif unik dan realistis untuk bicara tentang dunia yang serba kompleks dan sering disalahpahami ini.

Bagaimana Anda mendeskripsikan satu hari dalam hidup Michael Sianipar di kantor?
Di kantor, saya banyak mengurus anggaran, membantu instansi pemerintah menciptakan sistem penganggaran yang lebih baik, lebih transparan. Saya juga berurusan dengan Smart City agar ia dapat memberi data yang valid dan dapat membantu mensosialisasikan kebijakan pemerintah melalui media online. Selain itu saya mengurus kepegawaian: apakah penempatan, pemetaan, dan visi mereka juga sudah sesuai. Saat ini saya juga bekerja dengan tim magang kita untuk merumuskan manajemen kelurahan. Saya sudah jarang ikut rapat kecuali relevan dengan proyek yang saya kerjakan.

Apakah Anda pernah melakukan satu kesalahan besar tidak terlupakan yang kemudian menjadi pelajaran yang Anda ingat sepanjang perjalanan karier Anda?
Sepertinya nggak ada, karena menurut saya, walau saat ini kelihatannya saya melakukan kesalahan, segala sesuatunya akan berakhir baik nanti.

Kalau achievement yang paling Anda banggakan?
Saya masih berada di sini dan dengan semangat yang sama, bahkan lebih besar dari saat saya mulai dulu.

Apakah Anda pernah berpikir untuk maju dan masuk langsung ke pemerintahan, misalnya sebagai anggota legislatif?
Tahun 2014 saya pernah nyaleg dan walau tidak menang, saya juga nggak merasa itu kegagalan. Saya malah merasa itu keberhasilan karena saya merasa metode kampanye saya nggak ada duanya. Saya satu-satunya kandidat yang melakukan penggalangan dana, jadi saya tidak merasa kehilangan banyak. Sebagai calon yang relatif muda dan baru, saya juga bisa memperoleh 3000 suara. Saya merasa itu sebuah bentuk keberhasilan karena saya keluar dari kampanye itu dengan hati nurani yang masih bersih.

Kenapa sih, pengen nyaleg?
Untuk mengubah Jakarta, saya rasa kita nggak bisa menggantungkan harapan pada satu, dua orang saja. Tujuan saya masuk politik itu untuk mengubah dunia dan pertama-tama harus dimulai dari mengubah bangsa dan sebuah kota.

Sekarang memang sudah ada orang-orang seperti Jokowi dan Ahok, tapi tidak cukup. Harus ada lebih banyak orang lagi yang jujur, punya integritas, punya visi, punya pengalaman. Dari tahun 2014 hingga sekarang, saya melihat langsung betapa rusaknya dan korupnya sistem ini, jadi saya menguatkan niat untuk nyaleg lagi nanti di tahun 2019. Saya juga berharap makin banyak yang bergabung ke politik.

Jadi apa end goal Anda nanti?
End goal saya dalam karier saya nggak muluk-muluk, kembali lagi ke Kampung Selor. Saya kadang kalau merenung sering berpikir apakah anak-anak yang berenang di kali itu akan kuliah. Baru-baru ini, ada seorang perempuan kenalan saya di sana yang tidak jadi kuliah karena ayahnya meninggal, padahal dia sudah diterima di Universitas Brawijaya dan sekarang dia harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Saya sempat tanya apa dia mau kuliah lagi, tapi dia memilih untuk bekerja, karena kalau nggak, siapa yang memelihara keluarganya?

Itu pentingnya blusukan, karena seringkali kita ingin mengubah sistem dari atas tapi lupa bertanya apa yang kita ubah. Ketika kita turun ke bawah dan blusukan, kita melihat langsung kondisinya, ada yang orangtuanya meninggal, ada anak yatim, harus putus kuliah, dan lainnya. Saya nggak tahu bangsa ini nantinya akan jadi bagaimana, tapi cukuplah harapan saya untuk kampung Selor ini supaya jangan ada cerita seperti itu lagi.

Mengapa memilih politik? Lebih spesifik lagi, mengapa memilih untuk terjun langsung alih-alih menjadi penasehat atau berkarier di think tank?
Saat ini saya belum tahu saya akan menjadi politisi yang bagaimana, tapi saya melihat bangsa kita kurang teladan, kurang panutan pemimpin yang benar-benar baik. Ketika masuk ke dunia politik, selain menentukan kebijakan negara dan anggaran negara, kita juga menjadi pemimpin yang menjadi panutan. Impian saya masuk ke dunia politik adalah untuk memberi pesan bahwa bangsa ini masih punya harapan dan ada orang-orang yang mau dan bisa berbuat sesuatu untuk masyarakat.

Apa persepsi umum tentang karier di dunia politik yang sering disalahpahami masyarakat?
Bahwa politik itu tidak bisa diubah. Politik itu memang kotor, memang kejam. Itu pandangan yang benar dan saya akui memang begitu. Tapi kalau bilang tidak bisa diubah, itu pandangan yang salah. Saya bilang bisa. Tidak mudah, tapi bisa.

Menurut Anda, apa yang dibutuhkan untuk bertahan dan sukses di dunia politik?
Kesadaran bahwa kita juga manusia. Jika kamu diberi kekuasaan dan punya niat baik, kamu akan menggunakan kekuasaan itu untuk berbuat baik. Tapi kebijakan yang kita rasa baik belum tentu diterima dengan baik dan akhirnya juga belum tentu baik. Ketika kita merasa diri sendiri adalah malaikat dan terus merasa kita akan terus berbuat baik, kita bisa stress sendiri. Kenapa sudah bekerja keras masih ada juga begini, masih ada juga orang miskin? Bisa stress sendiri.

Kita perlu paham bahwa hasil kerja kita belum pasti berhasil walau niat kita baik. Kesadaran ini akan membuat hati kita tenang. Saya rasa itu satu hal yang perlu diingat semua orang yang idealis: bahwa kita sebagai manusia juga punya batas.

Apa yang tidak Anda sukai dari politik?
Politik itu memang ada pengaruhnya ke pikiran. Saya sebetulnya bukan tipe orang yang senang ngatur-ngatur. Saya tipe yang ingin menyenangkan orang dan nggak ingin terlalu banyak ribut. Tapi ketika masuk politik, kita harus jadi keras untuk menyukseskan sebuah program. Kadang kita nggak bisa jadi diri sendiri dan harus kejam. Itu yang saya nggak suka.

Politik itu memang kejam dan bisa mengkorupsi hati. Kamu terbiasa mengambil keputusan-keputusan yang kejam dan lama kelamaan, kamu bisa menjadi orang yang kejam juga.

Bagaimana dengan politik di Indonesia? Apa ada aspek yang tidak Anda sukai?
Terlalu banyak kompromi. Kalau iya katakan iya dan kalau tidak katakan tidak. Politik seharusnya jelas, tegas.

Katakanlah suatu hari Anda sendiri mencari seorang asisten pribadi. Karakteristik apa yang Anda cari?
Kalau bisa, saya ingin yang punya kemampuan dan hati.

Apa satu kebiasaan yang Anda sarankan untuk dipelihara bagi mereka yang ingin sukses seperti Anda?
Harus bisa membayangkan diri kita di posisi orang lain. (qerja)

Leave a Reply