Miris, Petugas Penyuluh Kesehatan di Pedalaman Hanya Digaji Rp100 Ribu per Bulan

kabarin.co – Sungguh miris, nasib para perawat di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Pengabdian mereka ternyata dibalas dengan sangat tidak layak, dan sangat memprihatinkan.

Itulah pengakuan Ansar, seoarang Penyuluh Kesehatan di Puskesmas Panaan Kecamatan Bintang Ara. Dia menyebutkan, karena hanya bergaji Rp100 ribu per bulan.

Seperti diwartakan jawapos.com, Ansar mengaku uang gaji itu sudah pasti tidak mencukupi kehidupan dirinya, beserta keluarga. Istri dan satu anaknya. “Ya tidak cukup,” katanya.

Untung saja, rekan-rekannya merasa iba atas dirinya. Setiap sebulan sekali, mereka memberikan santunan sukarela. Meski itu juga tidak begitu banyak, paling tidak membantu kebutuhan sehari-hari.

“Dapatnya tidak tentu. Sekitar Rp 200 ribu, terkadang pernah Rp500 ribu,” jelas pria berusia 30 tahun tersebut.

Untuk hidup di Kabupaten Tabalong memang sangat sulit. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, selain menjadi tenaga kerja sukarela (TKS) Puskesmas, dia bekerja sambil menyadap karet.

Sehari-hari bekerja, dia menempuh perjalanan lebih dari 100 kilometer memasuki kawasan pedalaman Tabalong. Itu lantaran posisi Puskesmas Panaan dari rumahnya di Desa Tamunti Kecamatan Jaro, memang cukup jauh.

Jalan rusak, berlumpur dan jurang yang menjulang, adalah halangan yang harus dilewati. “Sudah berulang kali terguling dari atas ke bawah,” kenangnya.

Memang, dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tabalong menyediakan satu unit sepeda motor untuknya dan rekan sekerjanya. Digunakan bergoncengan satu sama lainnya. Tapi, medan yang sangat berat membuat hanya bisa dilintasi tanpa penumpang.

Walhasil, kerelaan menggunakan sepeda motor sendiri harus dilakukan menghadapi medan. “Ya tidak apa-apa, demi warga masyarakat kita sendiri,” kisahnya.

Untung saja, setelah bekerja beberapa tahun, tepatnya sejak 2010 lalu, statusnya sebagai TKS atas kemauannya sendiri dihargai lebih. Paling tidak, dia diikutsertakan dalam pegawai kontrak program kegiatan penyuluhan.

“Baru-baru ini saja menjalani kontrak program. Tunjangan tidak ada. Jaminan kesehatan tidak ada juga. BPJS saya bayar sendiri,” jelasnya.

Memang pendapatan status barunya lumayan membaik, tapi pembayarannya tetap harus bersabar. Pasalnya tidak setiap bulan, paling tidak bisa lima bulan sekali.

Kondisi Ansar ternyata tidak dirasakan sendiri, setidaknya ada sebanyak 196 orang petugas kesehatan yang bekerja di lingkup Pemkab Tabalong. Status mereka tidak hanya TKS, namun juga honorer pekerja tidak tetap (PTT) dan Kontrak.

Sebagai upaya perjuangan memperbaiki kesejahteraan, mereka semua mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tabalong untuk menyampaikan aspirasinya.

Mereka menyampaikan enam poin tuntutan. Yaitu, agar petugas kesehatan berstatus TKS diangkat menjadi PTT atau Kontrak, upah PTT dan Kontrak harus sesuai upah minimum kabupaten (UMK) 2017, mendapatkan gaji ke-13 dan tunjangan hari raya, mendapatkan jaminan kesehatan nasional, mendapatkan cuti tahunan dan melahirkan.

Ditambah, jika ada pengumuman tenaga kerja PTT dan Kontrak kesehatan lebih diutamakan, dan bersifat terbuka. Tentunya memprioritaskan putra dan putri Tabalong.

Semua aspirasi itu dikoordinir oleh Forum Koordinasi Perawat Honorer Indonesia (FKPHI) Kabupaten Tabalong dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Mereka mengajak semua perawat untuk menyampaikan masalahnya.

Ketua FKPHI Kabupaten Tabalong, Rizki mengatakan, aspirasi itu terlahir dari adanya penyampaian FKPHI pusat ke DPR RI. Ini bentuk perjuangan agar perawat bisa diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

“Kegiatan ini juga sekaligus untuk mengumpulkan data, sehingga bisa disampaikan ke masing-masing pemerintah daerah dan pusat,” ujarnya.

Semua aspirasi itu diterima jajaran Komisi I Bidang Kesehatan, Pendidikan dan Kemasyarakatan pada DPRD Kabupaten Tabalong. Mereka siap membantu dan meminta Pemkab Tabalong untuk memenuhinya.

Sekretaris Komisi I DPRD Kabupaten Tabalong, Kusnadi Uwis mengakui jika selama ini tenaga kesehatan kurang mendapatkan perhatian. Pasalnya yang lebih sering diperhatikan adalah guru atau tenaga pendidik.

“Kami sebagai wakil rakyat akan memperjuangkan hak mereka (perawat),” ujarnya. Padahal diakuinya, perawat adalah ujung tombak kesehatan.

Selanjutnya, DPRD akan memanggil dan membicarakanya dengan eksekutif. Setidaknya bisa memberikan status perawat TKS menjadi PTT atau kontrak. “Akan kami bicarakan ke bupati,” sebutnya.

Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten Tabalong, H Mahdi Noor mengatakan, pihaknya belum bisa mengambil keputusan soal ini. “Kami masih pelajari dulu,” ujarnya.(*/jpnn)