Walau Bimbang PDIP Harus Menang dalam Pilkada Jakarta

kabarin.co, JAKARTA – Sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang tak kunjung menentukan sikap soal siapa sosok yang akan mereka usung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 bisa jadi indikasi lemahnya kekuatan politik partai itu di ibu kota.

Hingga saat ini PDIP bak terombang-ambing antara mengusung petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, atau justru menggalang kekuatan untuk melawannya dengan mendorong calon lain.

Melihat rekam jejak PDIP, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu bisa dibilang bukan “penguasa” Jakarta. Baru pada tahun 2012 PDIP memenangi Pilkada Jakarta. Itu pun dengan bantuan Partai Gerindra selaku mitra koalisi mereka.

Saat itu PDIP memboyong Wali Kota Solo Joko Widodo ke Jakarta untuk dipasangkan dengan Ahok yang diusung Gerindra. Keduanya berduet melawan petahana Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli.

Eksperimen PDIP memindahkan Jokowi dari “Jawa” ke Jakarta sesungguhnya berisiko. Sebab partai itu berpotensi kehilangan kekuatan di Jawa Tengah. Namun PDIP menghitung baik-baik peluangnya untuk tetap mencengkeram Jawa. Kader-kader muda yang memiliki pengalaman pemerintahan dan “digandrungi” dibidik.

Pada Pilkada Jawa Tengah 2013, PDIP tak lagi mengusung Bibit Waluyo. Alih-alih mencalonkan kembali Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat itu, PDIP memindahkan salah satu legislator cemerlang mereka, Ganjar Pranowo, dari Senayan ke Semarang.

Ganjar bertarung dengan petahana Bibit Waluyo yang diusung Demokrat, Golkar, dan Partai Amanat Nasional. Dia menang. Artinya, kekuatan PDIP di Jawa Tengah masih terjaga setidaknya sampai 2018.

Namun kesuksesan PDIP di Jawa Tengah dan Jakarta tak terulang di Jawa Barat dan Jawa Timur. Jawa Barat masih dipegang Partai Keadilan Sejahtera. Pasangan yang diusung banteng moncong putih, Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki, harus mengakui ketangguhan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar.

Sementara di Jawa Timur, Bambang Dwi Hartono yang diusung PDIP harus gigit jari setelah kalah dari Soekarwo yang diusung Demokrat.

Masih di Jawa, di Banten yang berada di barat pulau, meski tak menduduki kursi Banten-1, PDIP setidaknya tetap berada di pucuk kekuasaan saat kader mereka, Rano Karno, mendampingi Ratu Golkar, Atut Chosiyah, memenangi Pilkada 2012. Kala Atut terjerat kasus korupsi pada 2014, Rano otomatis menggantikannya.

Kembali ke Jakarta, kekuasaan PDIP di kota ini tak berlangsung lama. Mereka “mengorbankan” Jakarta untuk tujuan yang lebih besar: jantung pemerintahan Republik Indonesia. Jokowi, meski baru dua tahun hijrah dari Solo untuk memimpin ibu kota, dipasang di Istana.

Strategi PDIP berbuah manis. Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla mengalahkan duet Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun tentu sebagai konsekuensi, PDIP kehilangan kursi Jakarta-1. Ibu kota jatuh ke tangan Ahok –kader Gerindra yang kemudian “murtad” dan akhirnya duduk di kursi gubernur tanpa dukungan partai politik.

Paling tidak, PDIP tetap memiliki wakil di pemerintahan DKI Jakarta. Kader mereka yang sukses memimpin Kota Blitar dua periode, Djarot Saiful Hidayat, ditempatkan di kursi Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Ahok hingga 2017.

Kini ketika Pilkada 2017 di depan mata, PDIP hendak kembali merebut kursi Jakarta-1 yang sempat lepas dari genggaman.

Sebagai partai politik dengan jumlah kursi besar di DPRD DKI Jakarta, PDIP sudah tentu ingin mencalonkan kepala daerah sendiri di Pilkada Jakarta 2017. Seiring dengan tak tercapainya kesepakatan dengan Ahok, PDIP mencari sosok lain untuk dimajukan.

Sosok Ahok yang terhitung kuat di ibu kota membuat PDIP harus mencari kader dengan rekam jejak mulus. Tri Rismaharini pun menjadi pilihan, meski dia baru memenangi Pilkada 2015 di Surabaya. Risma dianggap bisa jadi lawan sepadan Ahok –yang akhirnya batal maju dari jalur independen dan kini diusung Golkar, NasDem, serta Hanura.

Maka strategi menggeser kader dari daerah ke pusat bisa kembali dilakoni PDIP, sama seperti saat mereka memboyong Jokowi dari Solo ke Jakarta.

Risma yang dinilai sebagai kader terbaik PDIP sesungguhnya telah lama diprediksi akan menjadi tumpuan PDIP di ibu kota.

Nasib Risma akan ditentukan tak lama lagi. Segala cara bakal dilakukan PDIP untuk menguasai episentrum Republik. (cnn)

Baca juga:

Meski Telah Bentuk Koalisi Besar PDIP Masih Bungkam Soal Calon yang Diusung

Romantika Pilgub DKI, Ahok Tak Paham Isyarat ‘Cinta’ Dari PDIP

Malu tapi mau, Ternyata Di Hati PDIP Masih Tersimpan Nama Ahok