Pendiri AJI: Kompas TV dan Metro TV Jangan Framing Berita Demi Kepentingan Pemilik

Nasional18 Views

kabarin.co – Kode etik pertama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Kode etik AJI itu lalu diterima oleh 28 organisasi jurnalis lainnya menjadi Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).

Ahmad Taufik Jufri, salah seorang pendiri AJI yang dihubungi oleh redaksi kabarin.co menerangkan tentang pentingnya Jurnalis yang independen.

“Ketika penghormatan terhadap hak masyarakat itu diabaikan jurnalis yang sering terjadi adalah masyarakat tidak lagi menghormati hak jurnalis untuk memperoleh informasi. Di lapangan, tak jarang jurnalislah yang menjadi korbannya. Inilah yang terjadi juga pada aksi 4 Nov 2016 dan juga beredar di media sosial meme penolakan terhadap Metro TV dan Kompas TV” terang Taufik.

Pria bersahaja yang akrab dipanggil AT ini juga mempermasalahkan tentang framing yang dilakukan oleh kedua media tersebut.

“Kedua media ini dianggap masyarakat pendukung Ahok dan anti demo tak berimbang dan mem framing berita pro Ahok sehingga melupakan prinsip keberimbangan dalam peliputan beritanya. Hal ini terjadi karena pemilik TV mengelola bisnis dan politik yang berhubungan dengan yang didukungnya” Ujarnya Minggu (06/10/2016)

Misalnya, Metrotv pemiliknya Surya Paloh sekaligus ketua partai Nasdem. Partai tersebut salah satu partai pendukung Ahok. Sebagai partai okelah, tapi ketika sudah diturunkan ke media keinginan pemilik tv yg juga ketua parpol Nasional Demokrat (NasDem) medianya menjadi bias dan tak berimbang.

Dalam talk show dan wawancara acara di MetroTV cenderung menampilkan nara sumber dari partai pemilik tersebut, itupun politisi pro pendapat ketuanya.

Seorang politisi dari partai Nasdem bercerita pada kabarin.co, saat dia ingin di wwc tv tersebut mengenai ahok, penistaan dan aksi 4 November, dia bilang “saya akan berpendapat yg tidak sesuai dengan suara metro tv yang pro ahok bagaimana? Produser acara tv itupun membatalkan dia menjadi nara sumber”.

Ahmad Taufik yang seorang Jurnalis senior itu mengatakan “Kalau Kompas TV walaupun tidak terkait dengan partai politik, saya tidak tahu pasti karena apa? Karena pemiliknya sama beragama dengan Ahok atau karena ada kepentingan bisnis”

“Saya pikir tentu Kompas tidak akan mengorbankan independensi jurnalistiknya selama ini. Tapi kecenderungan kompastv pro ahok sangat terasa dalam peliputan beritanya. Kembali, gara-gara medianya punya kecenderungan yangg dianggap kelompok masyarakat pro pada pihak tertentu di lapangan yang menjadi korbannya adalah jurnalis atau kameramannya seperti yang terjadi pada aksi 4 Nov”, ungkapnya.

Tentu sangat disayangkan tapi itulah yg terjadi di lapangan. Sangat disayangkan, karena aturannya, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan Dewan Pers bersikap pasif, artinya kalau ada laporan baru ada proses tindakan. Sehingga, para pemilik TV yang memiliki framing tertentu merasa prosesnya sudah tanpa melihat kembali pada hak masyarakat memperoleh informasi yang benar,  mengabaikan prinsip keberimbangan dalam peliputan dan kurang memberi tempat pada pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

Bukan kali ini, dalam kasus penggusuran di akuarium penjaringan, kampung pulo dan bukit duri jakarta timur kedua media itu tak berimbang dan pro penggusuran yang dilakukan ahok dgn kekerasan melalui aparatnya. Sehingga di lapangan jurnalisnya lah yang menjadi korban, diusir dan dilecehkan.

“Puncaknya terjadi pada aksi 4 Nov, dalam massa yang banyak sulit terkontrol. Kecuali jurnalisnya harus pandai melihat situasi. Sungguh sedih dengan situasi seperti ini kebebasan pers yang sudah diperjuangkan bisa menjadi set back ke zaman orde baru (rezim suharto) jika jurnalis dan media massa menyediakan diri menjadi “budak” pemilik media yg busuk yang cuma memikirkan kepentingan bisnis dan politiknya” tutup Ahmad Taufik (red)

Baca Juga:

Metro TV dan Kompas Diusir Massa Bela Islam karena Dinilai Tidak Berimbang