Penjualan Terompet Dan Kembang Api Menyambut Tahun Baru 2021

Metro21 Views

kabarin.co, Jakarta – “Tet, tet, 10.000, kenceng nih, tet, tet.” Membunyikan terompet acapkali lantang pun tak membuat banyak orang melirik lapak milik Alex. Maklum, orang-orang tidak merayakan tahun baru di ibu kota, pikirnya.

Kendati begitu, Alex mengaku sepekan ini nekat menjajal keberuntungannya membuka lapak di Pasar Pagi Asemka, Roa Malaka, Jakarta Barat.

Lapak milik Alex tak besar, bahkan hanya terlihat seonggok karton berisi tak sampai seratus terompet yang ia jajakan. Terompet yang dibanderol termurah Rp10 ribu ini bukan model karton lawas dengan ala-ala rumbai, melainkan terompet tiup yang terbuat dari bahan plastik warna-warni.

Penjualan Terompet Dan Kembang Api Menyambut Tahun Baru 2021

Di sepanjang lapak di Pasar Asemka, Jakarta Barat pun rasa-rasanya hanya Alex yang menjual terompet di lokasi yang mudah dijumpai.

“Terompet model seperti ini ya, soalnya yang model lama pakai karton itu kan katanya enggak boleh kan karena Covid-19, ditiup-tiup. Makanya ini jual sedikit, itu ada juga yang model pompa sebenarnya yang dibolehin,” kata Alex , Rabu (20/12).

Alex mengaku pendapatan harian kali ini tak sukses seperti tahun-tahun sebelumnya. Bila pada 2019 ia bisa menjajakan 400-an terompet dalam sehari, tahun ini ia harus menelan pil pahit usai target penjualannya hanya berkisar puluhan hingga paling banyak 100 buah per hari.

Melihat kondisi itu, Alex mengaku tak berani menyetok terompet dari tengkulak dengan jumlah banyak dalam satu waktu sebab ia masih harap-harap cemas dagangannya tak laku, yang kemudian ditakutkan berujung rugi.

Pria asal Garut, Jawa Barat ini pun harus pontang-panting dari lapak miliknya menuju toko tengkulak, bila pembeli kemudian membeli dalam jumlah tak sedikit.

Seperti Atik misalnya, wanita pemilik kios rumahan yang membeli 50 buah terompet milik Alex, untuk kemudian dijual lagi.

“Dari tengkulak nyetok, karena kita kan enggak bisa bikinnya ya, jadi ngambil di toko. Iya ini bolak balik, kalau kita kebanyakan nyetok tidak laku begitu, mendingan begini nggak apa-apa capek,” kata Alex sembari menata sepatu di rak-rak penjualan.

Alex pun harus bersedia ribet, sebab selain menjajakan terompet, bapak tiga anak ini juga menawarkan sepatu untuk remaja dan dewasa di rak tingkatnya. Tak jarang calon pembeli yang awalnya melirik sepatu, malah membeli terompet, begitupun sebaliknya.

“Karena enggak bisa gantungin jual terompet kan, saya emang dasarnya jual sepatu,” kata Alex.

Ditemui saat terik, Alex bilang makan siangnya hari ini terasa enak sebab gadis ciliknya menemani berjualan, Zahra namanya. Alex yang tinggal di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat ini mengatakan tetap semangat berjualan meski penghasilan tidak maksimal.

Tiga buah hati di rumah harus diberikan penghidupan yang layak, ucap dia.

“Ya memang mau gimana lagi, musim Covid-19 gini apa-apa dilarang. Ya ini musibah, wabah, kita enggak bisa protes,” pungkas Alex.

Redup Kembang Api di Tahun Baru Jakarta

Tak jauh dari Alex, di bawah jembatan kali di kolong Jalan Layang Pasar Pagi, Jihad membuka lapak dengan seorang rekan kerja dan seorang anak buahnya. Pria asal Bandung ini mulai membuka lapak sejak 10 Desember lalu.

Seiya senasib dengan Alex, Jihad juga mengaku mengalami penurunan omzet hingga 50 persen pada tahun ini imbas wabah.

Jihad memutar memori tahun lalu, saat itu kembang api dengan rentang harga antara ratusan hingga jutaan rupiah tersebut mampu diboyong oleh pengelola tempat hiburan, pejabat, wisata, atau keluarga yang tengah merayakan pesta besar.

Namun sejak pemerintah mengeluarkan maklumat larangan perayaan yang mengundang kerumunan di tengah pandemi, ia tak menjumpai pelanggan-pelanggan seperti tahun sebelumnya.

“Jauh banget omzet ya, turun sekitar setengahnya, 50 persen. Ya karena selain pandemi ya larangan perayaan itu,” kata Jihad.

Jihad menggelar lapak yang lumayan besar dengan kembang api paling murah harga Rp10 ribu dan paling mahal mencapai Rp3 juta. Untuk varian paling mahal itu, Jihad bilang biasanya hanya laku kala dipesan pengelola tempat hiburan untuk pesta kembang api.

Sementara pembeli kebanyakan memilih kembang api dandelion yang dibanderol Rp50 ribu.

Jihad pun mafhum, keputusannya membuka lapak disadari tak akan laris manis seperti tahun lalu. Namun, mencoba keberuntungan apa salahnya, kata Jihad.

Pria berusia 46 tahun ini pun yakin, pembeli bakal menggeruduk lapaknya menjelang malam untuk persiapan puncak malam tahun baru.

“Istilahnya kalau permainan ini semi final, besok final, harusnya rame begitu ya,” gelaknya.

Melihat tumpukan kembang api yang masih belum dilirik konsumen, Jihad pun mengaku kecewa. Namun menurut dia kembang api hasil impor ini bakal disimpan di gudang untuk kemudian dijajakan kembali saat ada hari besar seperti Idul Fitri kelak.

“Ya semoga saja Covid-19 enggak lama-lama ya,” simpulnya.

Agenda tahun baru 2021 bakal berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Di tengah pagebluk ini pemerintah meminta warga sadar tetap mematuhi protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Jelas, pada poin menjaga jarak, beberapa pemerintah daerah resmi mengeluarkan larangan perayaan tahun baru. Pelanggar bakal dibebankan sanksi yang telah disepakati dalam aturan.

Kepala Kepolisian Negara RI pada 23 Desember, misalnya, mengeluarkan maklumat bernomor Mak/4/XII/2020 tentang Kepatuhan terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Libur Natal Tahun 2020 dan Tahun Baru 2021.

Maklumat itu, antara lain, melarang adanya pesta penyalaan kembang api. Di ibu kota, larangan ini didukung dengan ditutupnya berbagai tempat wisata dan kawasan publik pada 31 Desember 2020 hingga 1 Januari 2021.

Hal itu sebagaimana diamanatkan melalui Instruksi Gubernur Nomor 64 Tahun 2020 dan Seruan Gubernur Nomor 17 Tahun 2020.

(cnn)