Perjalanan 32 Biksu Dari Tegal 50 Km Hingga Sampai di Kota Pemalang Menjalani Ritual Thudong

KabarinAja7 Views

Kabarin.co – Sebanyak 32 biksu yang menjalani ritual thudong tiba di Kelenteng Tjeng Gie Bio, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, pada Rabu (24/5/2023) sore. Sebelumnya, para biksu berjalan kaki sejak pukul 04.00 WIB, dari Kelenteng Tek Hay Kiong, Kota Tegal.

Jarak yang telah ditempuh kira-kira 50 kilometer. Kedatangan mereka disambut warga dengan antusias sambil memberikan makanan dan minuman ringan. Ada pula atraksi seni Barongsai di pelataran kelenteng. Sementara area dalam kelenteng menjadi tempat istirahat biksu. Mereka duduk beralaskan tikar. Keringat mengucur deras di tubuh mereka.

Sejumlah biksu langsung melepas jubah dan mencucinya untuk dipakai lagi esok hari. Rencananya biksu menginap satu malam, setelah itu melanjutkan perjalanan menuju kediaman Habib Luthfi bin Yahya, Kansuz Sholawat, Kelurahan Noyontaan, Kota Pekalongan, pada Kamis (25/5/2023) pagi.

Thudong atau ritual berjalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur dilakukan oleh biksu yang hendak merayakan Waisak 2567 BE, pada Minggu (4/6/2023). Para biksu mulai berjalan kaki dari Nakhon Si Thammarat, sebuah kota di selatan Thailand, pada 23 Maret 2023.

Kemudian, mereka melewati Malaysia dan Singapura. Setelah beristirahat selama tiga hari di Singapura, para biksu melanjutkan perjalanan dan tiba di Pelabuhan Internasional Harbour Bay, Kota Batam, pada Senin (8/5/ 2023). Dari Batam, mereka menuju Jakarta menggunakan pesawat dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu (10/5/2023).

Ritual thudong ini diinisiasi oleh biksu asal Indonesia, yakni Bhante Kantadhammo atau Bhante Wawan. Selama melakukan thudong, para biksu hanya menerima makanan serta minuman dari sedekah umat, dan bermalam di suatu tempat pada malam hari.

Bhante Wawan mengatakan, thudong merupakan praktik pertapaan dengan mengembara yang dilakukan Sang Buddha dan para murid. Di negara-negara Buddhis, thudong kerap dipraktikkan oleh biksu khamatama atau biksu dhutanga yang tinggal di hutan.

“Kami mengikuti zamannya Sang Buddha dan para bhikkhu yang tradisinya masih alami, benar-benar mereka mempraktikkan dhutanga ini,” ujar Bhante Wawan.(pp)