PETANI METROPOLITAN JAWABAN PERMASALAHAN SISTEM PERTANIAN INDONESIA

Agribisnis, Opini34 Views

Petani Metropolitan Jawabaan Permasalahan Sistem Pertanian Indonesia

Oleh: Ahmad Farhan Azzam Maulana N

 

Kata orang menjadi petani itu melelahkan, hanya untuk orang yang tidak berpendidikan. Kata mereka petani itu panas-panasan, hanya untuk orang tua di desa yang kampungan. Penghasilan kecil dan harus kerja sampai keringatan. Mungkin itu semua benar, dan mungkin juga itulah alasan mengapa saat ini semakin sedikit generasi muda yang berkeinginan menjadi petani.

Berdasarkan data yang diambil oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir di halaman website radartegal.com, pada 2020 ada sekitar 33,4 juta petani yang bergerak di semua komoditas sektor pertanian. Jumlah petani pada tahun tersebut jumlahnya jauh lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya, seperti pada tahun 2019 saja, jumlah petani di Indonesia menyentuh angka 34,58 juta sedangkan pada tahun 2018, petani di Indonesia bisa mencapai angka sekitar 35,70 juta.

Saya tidak bisa menentang bahwasanya menjadi petani itu memang sungguh melelahkan, panas-panasan dan mendapatkan imbalan yang kecil dibandingkan pekerja kantoran. Belum lagi jika petani harus mengalami gagal panen dikarenakan cuaca atau iklim yang sedang tidak bersahabat, seperti kemarau yang berkepanjangan. Dan banyak juga petani yang hanya memiliki lahan skala kecil, hanya sekitar 0,25 sampai 1 hektar saja yang mana jauh lebih kecil dibandingkan negara Eropa maupun Amerika.

Tetapi jika karena itu semua mengakibatkan menurunnya jumlah petani dan berkurangnya minat generasi muda untuk bertani, maka mungkin sebutan Indonesia sebagai negara agraris akan menjadi kenangan atau bahkan mitos dimasa yang akan datang. Sungguh ironis jika negara agraris seperti Indonesia masih belum bisa mandiri pangan dan bahan pangan pokoknya.

Seperti yang dilansir di halaman artikel bisnis.tempo.co, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian  (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Yang mana hanya 8 % dari 33,4 juta petani total yang ada.

Disini hati saya tergerak, jika kelak saya menjadi lulusan agrisbisnis, maka saya akan menjadi petani bagi Indonesia. Indonesia butuh percepatan dalam sektor pertaniannya, maka di era teknologi dan digital ini maka agroteknologi sangat diperlukan bagi kemajuan agraria Indonesia. Saya akan membuka lapangan pekerjaan, membangkitkan perekonomian dan agraria Indonesia bahkan mimpi saya adalah menjadikan sistem pertanian Indonesia dapat bersaing dengan negara Jepang dan melakukan Ekspor bahan pangan berkualitas ke seluruh dunia.

Sudah banyak jurusan kuliah yang bersinggungan dengan keilmuan pertanian, salah satunya agribisnis. Perpaduan antara ilmu pertanian dan ekonomi bisnis. Di zaman digital dan teknologi saat ini, petani bukanlah lagi pekerjaan untuk orang desa yang tidak berpendidikan, tetapi untuk semua generasi muda yang cinta pada tanah airnya.

Tidak akan ada lagi tipu-menipu antara petani dengan pengusaha kapitalis, karena seluruh data dan transaksi diperhitungkan dengan akurat dan pasti. Tidak akan ada lagi gagal panen akibat kemarau yang berkepanjangan karena pertanian kelak akan dibarengi oleh teknologi dan sains yang memadai. Dan untuk bibit menggunakan bibit unggul serta pengolahan hasil panen yang berkualitas sehingga meningkatkan keuntungan penjualan.

Jika saat ini desa diubah layaknya perkotaan dengan menjadikan lahan pertanian sebagai perumahan maka di masa yang akan datang di perkotaan akan berdiri tenda-tenda lahan pertanian (Green House). Dan gedung-gedung tinggi dijadikan lahan hidroponik yang dapat menghasilkan panen yang berlimpah bagi masyarakat negeri. Seluruh generasi mudanya tertarik pada pertanian dan menjadi tren yang berkesinambungan.

Pada akhirnya ini semua hanya akan menjadi mimpi dan angan semata jika tidak dibarengi oleh niatan yang kuat dan rasa nasionalisme yang terikat. Sebagai generasi muda kita bisa membawa inovasi dan kemajuan bagi sektor pertanian itu sendiri, menjadi “petani metropolitan”.

Dengan ilmu dan tenaga yang dimiliki, saya akan mengajak seluruh anak muda di negeri Indonesia ini untuk bersama-sama bergerak dan bangun dari rebahannya demi membuat Indonesia mandiri atau swasembada bahan pangannya dengan menjadi petani yang bukan identik dengan cangkul maupun caping, tetapi ide yang senantiasa terngiang di kepalanya.

(ed/L)