Pramono Anung: Amandemen UUD 1945 Seperti Membuka Kotak Pandora

Nasional1 Views

kabarin.co, JAKARTA-Presiden Joko Widodo pada dasarnya menyetujui perencanaan pembangunan jangka panjang layaknya haluan negara. Perencanaan ini dinilai Jokowi sama seperti konsensus Nasional, demikian menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Hanya ada dua opsi yang muncul dalam membentuk haluan negara, yakni amandemen atau membentuk undang-undang khusus perencanaan jangka panjang. Karena sebab itu pemerintah seperti enggan perencanaan itu berlanjut pada amandemen UUD 1945.

“Amandemen ini seperti membuka Kotak Pandora. Semua akan ingin menambah kewenangan dan kekuasaan. Itu memakan energi politik kita yang luar biasa,” kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (24/1).

Dulu, Indonesia memiliki Garis Besar Haluan Negara yang menjadi pedoman dan haluan arah pembangunan negara. Sehingga, kepala negara/pemerintahan hanya menjabarkan program-program kerja pembangunannya selama memerintah.

Namun, GBHN sudah resmi dihapuskan sejak era pemerintahan Presiden ketiga B.J Habibie. Penghapusan ini bersamaan dengan dihilangkannya kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi dalam konstruksi ketatanegaraan.

Siang tadi, MPR rapat konsultasi bersama Jokowi di Istana Merdeka. Ketua MPR Zulkifli Hasan menuturkan, ia melaporkan mengenai perkembangan pembahasan haluan negara yang telah disepakati dalam rapat gabungan. Pimpinan mulai mensosialisasikan hal itu kepada fraksi-fraksi melalui bahan yang telah dikaji Badan Pengkajian MPR.

Jokowi, kata Zulkifli, turut mendukung pandangan pentingnya haluan negara. Namun, ia mengakui memang belum ada keputusan untuk benar-benar membentuk dan meresmikan haluan negara. Ia menyadari hal ini memerlukan waktu dan perdebatan panjang.

“Tahun ini kemungkinan kami perdebatkan. Merumuskan seperti yang kita butuhkan. Perkembangan selanjutnya dilaporkan kembali kepada Pak Presiden,” tutur Zulkifli.

Amien: Amandemen dan hidupkan kembali GBHN
Sementara mantan Ketua MPR Amien Rais, yang disebut pernah sukses menggulirkan UUD 1945 hingga amandemen kelima pada saat menjabat Ketua MPR, tampak bersemangat ketika ditanyakan ihwal amandemen UUD dan GBHN.

Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional itu idealnya memang UUD 1945 mesti diamandemen. Bagi Amien, UUD 1945 bisa diubah kapan pun asalkan sesuai dengan kebutuhan bangsa guna menjawab tuntutan zaman sekaligus untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa.

Melihat kondisi perekonomian nasional saat ini Amien merasa amandemen UUD 45 menjadi  sangat urgen. Menurutnya, setelah tidak ada GBHN, pemerintah semau-maunya. Kalau punya menko dan menteri-menteri ekonomi yang pahamnya jauhnya dari Pancasila dan UUD, bisa-bisa dia menjadi lebih menghamba pada kepentingan asing. Contoh yang sangat menyolok, itu bagaimana kita menabrak terang-terangan Pasal 33 (UUD 45) secara vulgar, secara ugal-ugalan, secara betul-betul utuh ditabrak.

Pasal 33 itu jelas sekali. Yang pertama ini mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ini bagus. Kemudian yang kedua, cabang-cabang produksi yang penting buat negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat ketiga dikatakaan, Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Lalu waktu saya menjadi Ketua MPR, ini ada sebuah ayat, yang keempat, yang lebih gawat lagi, bukan gawat, dahsyat, berbunyi perekonomian nasional diselenggarakan berdasar demokrasi ekonomi. Ini luar biasa ya. Dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan, dan kesatuan ekonomi nasional.” kata Amien.

“Jadi ini amat sangat jelas terang benderang bahwa perekonomian kita itu disusun berdasarkan demokrasi ekomoni. Ada enam tadi itu. Nah karena itu saya sangat setuju kalau ada GBHN. GBHN bukan GBHN semau-maunya tapi kembali ke Undang-Undang Dasar”. tutupnya. (mfs)

Baca juga:

MPR Sambut dan Bahas Wacana Kembalinya Haluan Negara