Seakan Kehilangan Seram Covid-19 di Pemungkiman Kumuh Jakarta

Nasional9 Views

Jakarta,Kabarin.co-Covid-19 Seakan jadi momok yang menghantui masyarakat,Kampanye physical distancing atau jaga jarak mencegah virus corona riuh menggema saban hari dari mulut pemerintah. Tapi di sudut kota Jakarta ini, di kawasan kumuh ibu kota, warga kelimpungan melaksanakannya.

Bukan tak mau, tapi mustahil. Di permukiman padat Kelurahan Tanjung Duren Utara, Petamburan, Jakarta Barat, imbauan jaga jarak seolah tak berlaku. Di perkampungan itu sejumlah rumah saling berhimpitan. Daerah tersebut pun masih dikategorikan kawasan kumuh.

Dalam satu rumah petak berukuran lima kali enam meter, berisi dua hingga tiga keluarga. Tak semua punya kamar mandi. Satu WC umum kerap digilir untuk banyak penghuni rumah.
Belum lagi kalau mereka terpaksa keluar, cari makan. Warga di sini buruh yang kehilangan pekerjaan. Banyak juga tukang ojek,” ujar Sitanggang, Ketua RT 15 di Kelurahan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat kepada awak media.

Sitanggang sampai tak enak hati melarang. Warganya butuh makan, terlebih bantuan dari pemerintah belum sampai ke RT15/RW07.

“Dalam keadaan begini mereka butuh biaya, atau buat dapur. Mereka sebagian keluar-keluar juga. Kalau ini tidak bisa kita paksakan, ini kan urusan perut,” ujarnya menegaskan.

Sitanggang mengaku sebisa mungkin tiap hari mengimbau soal jaga jarak, meski kondisinya pun tak berubah. Sitanggang merinci, dalam satu RT yang ia pimpin, ada 300 kepala keluarga yang terdiri dari 900 jiwa penduduk yang tinggal di sana.

Dari permukiman padat lainnya, cerita serupa juga hadir di RT03/RW17 di Penjaringan, Jakarta Utara.

“Ya, hanya beberapa saja melakukan yang memang paham (soal jaga jarak). Kalau yang warga biasa ya masih kumpul-kumpul. Menerapkannya itu susah,” ujarnya Enny Rohayati warga RT03/RW17, Penjaringan.
Enny merupakan warga Gang Marlina, salah satu RT kumuh di Penjaringan. Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) ini yang membantu pemerintah mengampanyekan physical distancing. Menurutnya hingga saat ini masih banyak warga bepergian: untuk cari uang dan makan. Lagi-lagi urusan perut jadi kendala.

Bantuan pemerintah daerah tak sampai ke tangan pengontrak atau pemilik KTP luar Jakarta sehingga mereka terpaksa tetap bekerja. JRMK berupaya menggalang donasi untuk membeli perlengkapan kesehatan, seperti sabun cuci tangan dan masker.

“Kita hanya bisa sampaikan ke warga, miris banget kena corona, matinya pun nggak ada yang sentuh. Enggak ada yang peduli. Sampai se-ekstrem itu kita sampaikan, tapi mesti sabar sih,” ceritanya.

Setidaknya ada 125 kepala keluarga yang tinggal di perumahan tersebut. Mereka umumnya memiliki tingkat ekonomi ke bawah. Kebanyakan di antaranya adalah pengontrak, yang tak berdomisili di DKI Jakarta.

DKI Jakarta merupakan kawasan episentrum corona di Indonesia. Data terakhir ada 3.399 kasus positif covid-19 di Jakarta yang tersebar di 252 dari 267 kelurahan yang ada.

Jumlah kasus positif ini hampir separuh dari kasus positif yang ada di Indonesia yakni 7.418 kasus.

Untuk mengurangi penyebaran virus, pemerintah sejak awal mengimbau agar diterapkan jarak fisik dan jarak sosial. Warga dilarang berkumpul lebih dari lima orang.

Di seluruh wilayah DKI Jakarta juga diberlakukan pembatasan sosial berskala besar hingga 23 Mei 2020.
Semoga dengan keterbatasan masyarakat pemungkiman padat ini bisa menerapkankan himbauan perintah.*(vmi/cnn)