Sekilas Tentang Kelompok Abu Sayyaf,Penyandera 10 WNI

Kabarin.co- Abu Sayyaf sejatinya adalah seorang mujahidin di Afghanistan yang berperang melawan Uni Soviet pada era 1980-an. Abu Sayyaf, yang berarti bapak ahli pedang dalam bahasa Arab, memiliki banyak anak buah dalam pertempuran tersebut.

Belakangan, nama Abu Sayyaf dipinjam sekelompok orang saat mereka memisahkan diri dari kelompok separatis Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) di Filipina pada 1991.

Kelompok ini tidak hanya ingin mewujudkan Mindanao yang merdeka, tapi juga negara Islam di kawasan tersebut. Sejak itu, Abu Sayyaf gencar memperjuangkan tujuan itu dengan memerangi aparat Filipina.

Menurut pengamat terorisme Nasir Abbas, yang pernah menjadi anggota kelompok separatis di Filipina, Abu Sayyaf berbeda dengan MNLF dan pecahan lain MNLF, Moro Islamic Liberation Font (MILF).

Abu Sayyaf dikatakan Nasir, lebih tidak terkontrol, karena anggotanya bergabung karena “solidaritas”, cenderung “tidak berpendidikan dan minim pengetahuan”, sehingga bergerak melakukan perlawanan karena “merasa terintimidasi dan didiskriminasi” oleh pemerintah Filipina.

“Mereka seperti gerombolan-gerombolan dengan banyak sel. Pimpinannya saja tidak tahu berapa jumlah anggotanya”.

Menurut Nasir, ini pulalah salah satu penyebab yang mendorong Abu Sayyaf melakukan perampokan, menculik dan meminta tebusan dalam setiap aksinya.

“Karena tidak mustahil ada di kalangan mereka yang bandit dan penjahat. Jadi, dalam memenuhi kebutuhan mereka, terutama perlengkapan senjata, amunisi, perlu biaya. Dari mana? Mereka tak dapat sumbangan dari luar negeri, mereka bukan orang kaya, bukan pengusaha.”

Sejak terpecah dari MNLF, Abu Sayyaf telah menculik ratusan orang. Mayoritas yang disandera adalah orang Filipina dan orang kulit putih.

Tidak jarang sandera tersebut dibunuh, terutama yang tidak memenuhi permintaan tebusan.

Misalnya pada Juli 2009, dimana staf Palang Merah Internasional dari Italia, Eugenio Vagni, disandera selama enam bulan. Vagni dilepas di Jolo, setelah ditebus US$10.000 atau sekitar Rp130 juta.

Sementara itu, November 2015 lalu, Abu Sayyaf memenggal Bernard Ghen Ted Fen, seorang turis asal Malaysia, karena keluarga gagal memenuhi tebusan 40 juta peso atau sekitar Rp12 miliar.

Terakhir, pada November 2015, turis Malaysia, Bernard Ghen Ted Fen dibunuh setelah keluarga gagal memenuhi tebusan 40 juta Peso Filipina atau setara Rp12 miliar.

Selain menyandera, Abu Sayyaf pernah melakukan pengeboman. Pada Desember 1994, kelompok itu mengebom pesawat Philippines Airlines jurusan Manila-Tokyo dan menewaskan seorang penumpang.

Serangan lain mencakup serbuan ke Kota Ipil pada 1995 yang menyebabkan 50 orang tewas dan serangan granat ke sebuah pusat perbelanjaan di Zamboanga pada 1998 yang mencederai 60 orang.

Sebagian besar aksi itu terjadi di bagian selatan Mindanao.

Pendiri Abu Sayyaf ialah Abdurajak Abubakar Janjalani. Dia tewas dalam baku tembak dengan tentara Filipina pada Desember 1998.

Komandan Abu Sayyaf saat ini ialah Isnilon Hapilon. Pemerintah Amerika Serikat menawarkan uang hadiah sebesar US$5 juta bagi informasi yang berujung pada penangkapan Hapilon.

Pada pertengahan 2014, Abu Sayyaf berbasis di kepulauan selatan Filipina, seperti Jolo, Basilan dan Mindanao itu, disebut-sebut telah berbaiat kepada kelompok yang menamakan diri mereka Negara Islam atau ISIS.

Menurut pengamat terorisme Nasir Abbas, Abu Sayyaf hanya “ikut-ikutan saja bergabung dengan ISIS.

“Perbuatan yang mereka lakukan itu, sudah lebih dulu dari ISIS. Masalah menculik, membunuh, mereka sudah lebih dulu dari ISIS,” kata Nasir.Demikian dilansir oleh BBC.(mas)

Leave a Reply