Soal Penistaan Agama, Cukupkah Permintaan Maaf dari Ahok?

Opini13 Views

kabarin.co, JAKARTA-Setelah hanya menghasilkan pelaporan ke Polri dan kecaman sana sini akhirnya Gubernur DKI Jakarta alias Ahok menyampaikan permintaan maaf terkait dengan pernyataan kontroversialnya yang dianggap menyakiti perasaan umat Islam.

Padahal sebelumnya Ahok berkeras merasa tidak bersalah atas kalimat yang diucapkannya menyangkut penafsiran ayat suci Al-Quran pada sebuah acara resmi Pemda DKI di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.

Selama ini gaya komunikasi Ahok memang dianggap bermasalah, barangkali itu sebagai salah satu penyebab turunnya elektabilitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017.

Namun, Ahok tak hirau dengan pendapat tersebut sebab tudingan ketidaksantunan tersebut menurut dia banyak dilontarkan oleh pihak yang tidak menyukai dirinya.

“Gue juga enggak perlu santun sama orang-orang maling, pengecut dan rasis,” ungkap Ahok suatu ketika dengan penuh berapi-api.

“Kalau kamu bilang aku enggak santun terserah Anda ngomong. Beragam orang ketemu saya ngajak foto. Itu enggak santun sama siapa? Maling-maling saja yang merasa gue enggak santun,” kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (7/10/2016).

Kali ini Ahok tersandung pada permasalahan yang tampaknya tidak bisa tidak mengharuskan ia tunduk dan menyampaikan permohonan maafnya kepada khalayak.

Apakah ini sekedar taktik saja dalam rangka meraih kembali simpati menjelang kampanye pilkada ke depan? Ataukah memang tulus, mengingat selama ini sikap, perilaku dan ucapan Ahok seringkali menimbulkan kegaduhan semata?

Jika pernyataan kontroversial tentang surat Al-Maidah muncul karena sensitifitasnya akibat tekanan dalam kontestasi pilkada yang dihadapinya, maka perlu dipertanyakan kestabilan emosi dalam kapasitasnya sebagai abdi masyarakat.

Bukankah seorang pemimpin harus pandai menjaga emosi dalam situasi, kondisi dan tekanan yang bagaimana pun juga bentuknya?

Presiden Nusantara Foundation & Muslim Foundation of America Inc Shamsi Ali mengatakan ada dua kemungkinan mengapa Ahok sembarang menafsirkan Surat Almaidah dan menyatakannya dalam sebuah pertemuan resmi pemerintah daerah.

Bisa jadi itu memang karakternya, dimana Ahok tidak memikirkan apa akibat dari yang diucapkanya terlebih dulu. Berbicara tanpa memikirkan sensitifitas orang lain.

Kedua, apa yang disampaikan merupakan gambaran yang ada di dalam hatinya. Sebut saja kekeliruan pandangan, kesombongan dan sifat arogan yang sudah lama bercokol.

Sudah pasti keduanya bukan merupakan kepribadian yang pantas bagi seorang pemimpin publik atau lebih tepatnya abdi masyarakat.

Seorang pemimpin publik harus memiliki sensitif dengan lingkungan sekitarnya. Dia tidak bisa menutup mata terhadap realita yang sensitif, termasuk isu agama.

Dan kalau ternyata dalam hati Ahok ada kebencian kepada keyakinan rakyat mayoritas yang dipimpinnya maka ini akan sangat berbahaya.

Ahok akhirnya memang harus minta maaf dan publik pantas memaafkan tapi tidak boleh melupakan karena bukan tidak mungkin hal semacam ini akan kembali terulang dari seorang Ahok dengan efek yang lebih berbahaya. (mfs)

Baca juga:

Ahok Minta Kasus Al-Maidah 51 Tidak Dilanjutkan

MUI Desak Polri Periksa dan Tangkap Ahok

Ade Komarudin Menyayangkan Pernyataan Ahok Tentang Surat Al-Maidah