Tren Kerja Zaman Now: Tak Zamannya Lagi Masuk Kantor, Cukup Cari Kedai Kopi

kabarin.co – Zaman digital menuntut semua orang bergerak cepat dan dinamis. Gaya hidup dan pola bekerja berpindah-pindah dari lokasi satu ke lokasi lainnya dianggap lebih relevan. Cara bekerja kekinian saat ini sudah tidak lagi berpatokan pada aturan waktu (time table) kantor dari jam 09.00-17.00.

Oleh karena itu, kantor virtual atau virtual office seperti Coworking Space justru lebih diminati anak muda khususnya yang bergerak di bidang Start-up. Mereka hanya tinggal mencari kedai kopi atau lokasi berkumpul, lalu membawa laptop dan bekerja. Cara ini dianggap lebih menarik bagi pengusaha muda untuk bergerak cepat mengembangkan bisnis mereka dalam lingkungan yang mendukung.

Sebuah Coworking Space di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta, Kolega menawarkan lingkungan yang menyokong kerja sama antarkomunitas yang menghasilkan keunikan baru. Kolega menjadi kantor kekinian yang menjangkau anak muda.

“Pola bekerja agak kompleks saat ini. Karena itu, bekerja tidak ke kantor menjadi pilihan,” kata Founder Kolega Rafi Rachmanzah Hiramsyah, Kamis (9/11).

Rafi menjelaskan, ada dua hal yang mendukung kondisi itu. Pertama, karena alasan urban planning atau tata ruang Jakarta yang semakin macet, sehingga tren bekerja mulai pun berubah. Setiap orang sudah banyak menggunakan sarana media sosial untuk berkoordinasi, tak lagi harus bertemu dalam satu kantor.

“Mulai berubah. Ketemu masing-masing sehari berapa jam, sih. Semua bisa by WhatsApp atau internet. Dalam 24 jam bisa cari uang berapa? Jam kantor lebih fleksibel tak lagi 09.00-17.00,” tegas Rafi.

Alasan kedua, memang karena perubahan budaya ke arah Barat (western). Para pekerja bisa tetap bertanggung jawab dalam perannya sebagai karyawan meski tidak dalam lingkup gedung kantor.

“Banyak e-Commerce bekerja lebih sederhana. Bekerja tetap bisa bertanggung jawab sebagai karyawan, tetapi pola kerjanya berubah,” katanya.

Co-Founder Kolega Adli Sudjatmiko atau akrab disapa Ale menilai, anak muda saat ini lebih suka menjalani pekerjaannya asalkan itu membuat mereka bahagia. Tak lagi membuat mereka terkekang dari mulai bangun tidur. Era digital justru membuat hidup mereka makin mudah.

“Jika bahagia mengerjakan pekerjaan, maka seseorang merasa akan jadi orang berguna. Enggak ada time table lagi. Kami berikan workspace cuma bawa ide atau pikiran, bawa laptop, lalu bisa bekerja,” tegasnya.

Data Google 2017 menyebutkan, nilai investasi Start-up di Indonesia bahkan hampir mencapai Rp 40 triliun. Geliat tersebut semakin menumbuhkan para pengusaha muda atau Start-up mengembangkan karir mereka. Tak perlu ke kantor, mereka tetap bisa mengembangkan bisnisnya dengan baik secara online.

“Sebab 50 persen market di Asia Tenggra ada di Indonesia. Semakin banyak Start-up sampai hari ini, November akan semakin banyak investasi masuk 2 kali lipat,” jelas Ale.

Jumlah demografi di Indonesia dianggap menjadi magnet bagi para investor. Jumlah anak muda di bawah 27 tahun lebih banyak dan menuntut mereka semakin kreatif. Hal tersebut membuat investor asal Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura melihat Indonesia sebagai magnet.(*/jp)