Kabarin.co, Mentawai-Nelayan Kabupaten Mentawai tidak bisa membeli bahan bakar minyak jenis Pertalite menggunakan jeriken untuk melaut.
Nelayan baru bisa mendapat BBM jika surat rekomendasi, dari pemerintah desa atau pun dinas terkait.
Hal itu terjadi karena dampak Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 yang merubah BBM Pertalite kategori Jenis Bahan Bakar Umum (JBU) menjadi Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP).
Kesulitan BBM itu sudah dirasakan oleh nelayan di Tuapejat sejao beberapa hari terakhir.
Hawril, 39, salah seorang nelayan di Tuapejat mengatakan, bahwa, saat ini SPBU Kilometer 2 tidak lagi melayani konsumen nelayan membeli BBM jenis Pertalite. Padahal, BBM Pertalite yang dibeli digunakan hanya untuk melaut semata.
“Harus ada surat dari desa atau instansi terkait, baru bisa membeli BBM jenis Pertalite. Apakah, nelayan kecil seperti kami ini harus dihadapkan dengan proses birokrasi yang rumit seperti ini,” ungkapnya.
Menurutnya, selama ini nelayan di Tuapejat membeli BBM Pertalite sudah jelas penggunaannya. Semestinya, yang perlu diawasi itu penyaluran BBM yang tidak wajar atau diselewengkan.
Semestinya, keberadaan SPBU juga memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama nelayan.
Tidak mungkin nelayan dengan perahu kecil kapasitas mesin 15 PK melaut menggunakan BBM Pertamax yang harganya relatif mahal.
Kalau pun terpaksa menggunakan Pertamax, harga jual ikan tentu pasti tidak bisa lagi seperti harga normal.
Hingga saat ini, dampak terganggunya pendistribusian BBM kepada nelayan menyebabkan pasokan ikan di Tuapejat masih langka. Kalau pun ada, sangat terbatas, karena warga berebut untuk membeli.
Manajer SPBU Kompak milik PT. Sumber Alam Sejahtera di jalan Raya Tuapejat Kilometer 2, Heri Siregar mengatakan, bahwa, saat ini BBM Pertalite masuk kategori Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau BBM bersubsidi berdasarkan keputusan Menteri ESDM.
Artinya, kuota dan penyaluran dibatasi dan diawasi. “Kita bukan tidak mau menjual pertalite kepada nelayan menggunakan jeriken. Tapi harus ada mekanismenya jelas. Minimal ada surat yang dikeluarkan oleh desa atau instansi terkait. Sebab, kalau kita jual begitu saja tanpa mekanisme, nanti kami yang repot,” ungkapnya.
Ia menyebut, lebih memilih penyaluran BBM pertalite kepada nelayan secara prosedur dari pada nantinya menimbulkan masalah.(*)