Dijelaskannya, sejak menjadi holding Semen Indonesia, PT Semen Padang nyaris tidak memberikan kontribusi langsung pada Sumatera Barat. Pajak semuanya diambil pusat, hanya tinggal pajak galian C.
Begitu juga dengan program kemitraan, yang selama ini bisa membantu UMKM di Sumbar, sekarang juga dihentikan. Sehingga tidak ada lagi UMKM Sumbar yang dibantu Semen Padang dalam program kemitraan yang baru.
“Kalau seperti ini, obatnya hanya spin off,”katanya.
Untuk itu, minimal posisi Sumatera Barat harus mendapatkan porsi bagi hasil. Bagi hasil itu mengingat semua material bahan baku diolah dari tanah ulayat Sumatera Barat.
Selain itu katanya, merujuk dari sejarah pabrik semen tertua di Asia Tenggara tersebut juga hasil perjuangan orang Sumatera Barat untuk mengambil alihnya dari Belanda. Apalagi, perusahaan itu pernah hampir tutup dan menjadi besi tua.
Karena dengan bantuan dari Pemerintah Daerah Sumatera Barat, kemudian perusahaan tersebut dapat kembali beroperasi dengan baik. Bantuan tersebut tidak hanya bentuk dorongan moril, tapi benar-benar menggunakan anggaran Pemprov Sumbar untuk operasional.