Metro  

PCNU dan GMNI Pasaman Usulkan Sastrawan Asrul Sani Serta Sejumlah Tokoh Jadi Pahlawan Nasional

Pasaman, Sumatera Barat, Kabarin.co — Pimpinan Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahaswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Pasaman bakal mengusulkan resmi sosok pejuang yang juga Sastrawan Asrul Sani asal Rao, Pasaman, Sumatera Barat kepada Pemerintah Pusat jadi Pahlawan Nasional.

Hal tersebut disampaikan ketua PCNU Kabupaten Pasaman Asrial Arfandi Hasan kepada media ini, disela sela kegiatan diskusi pada hari Rabu, 29 Oktober 2025 di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman.

banner 728x90

Menurut Asrial Arfandi Hadan, sosok sastrawan terkenal Asrul Sani (1926–2004) adalah sastrawan, asal Rao, Pasaman seorang sutradara film yang termashur akan karya-karyanya, selain itu sosok Sastrawan Asrul Sani ini bukanlah orang lain bagi kalangan NU, melainkan merupakan seorang tokoh berpengaruh di kalangan NU di zamannya.

Dikatakan oleh Asrial, bahwa Asrul Sani adalah salah satu pendiri Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), dimana Lesbumi ini adalah merupakan organisasi di bawah naungan NU.

Selain itu menurut Asrial Arfandi Hasan, Asrul Sani juga adalah tokoh penting dalam perkembangan seni dan budaya modern di Indonesia, termasuk sebagai pelopor Angkatan ’45. Inj tentu tidak boleh dilupakan begitu saja. Tegasnya.

Dikatakan oleh Asrial Arfandi Hasan, nama Asrul Sani ini sudah ada dalam daftar usulan pahlawan nasional yang dirilis oleh PCNU Kabupaten Pasaman, karena melihat kiprah dan perjuangannya yang besar bagi Bangsa Indonesia, untuk itu ia bertekad mengusulkan kepada pemerintah agar menjadi pahlawan nasional.

Asrial Arfandi Hasan menilai sosok Sastrawan Asrul Sani, layak dan memiliki sejumlah catatan sejarah yang dapat dijadikan bahan-bahan kajian akademis untuk menjadikannya layak menjadi seorang Pahlawan Nasional. Ujar Asrial Arfansi Hasan.

Senada dengan Asrial Arfandi Hasan, Ketua DPC GMNI Kabupaten Pasaman Andan Hasayangan Hasibuan siap mendukung penuh langkah yang diambil oleh PCNU Kabupaten Pasaman mengusulkan Sastrawan Asrul Sani ini menjadi Pahlawan Nasional.

Dikatakan Andan Hasayangan Hasibuan, pihaknya selaku organisasi yang berwatak nasionalis dan penerus ajaran Sukarno tidaklah boleh meninggalkan apalagi melupakan sejarah. Andan mengingatkan akan pesan Bung Karno, yakni Jas Merah “jangan sekali kali meninggalkan sejarah”. Ujarnya.

Dikatakan oleh Andan Hasayangan Hasibuan, sosok Asrul Sani adalah sosok Sastrawan dimana karya karyanya dianggap relevan dengan Bangsa Indonesia. Perjalanan panjang dan karya-karya baiknya ini haruslah di wariskan kepada generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Jelasnya.

Menurut Andan Hasayangan Hasibuan disinilah pentingnya negara melindungi secara formal, akan semua jasa jasa dari Asrul Sani ini semasa hidupnya layak di hargai dan menjadikan ia sebagai seorang Pahlawan Nasional sangat tepat. Papar Andan Hasayangan Hasibuan.

Dikatakan Andan Hasayangan Hasibuan, pihaknya dari DPC GMNI kabupaten Pasaman mendukung langkah langkah yang diambil oleh PCNU Pasaman ini, dan Andan mengakui pihaknya siap untuk ikut serta bersama PCNU untuk mengusulkan ini kepada Pemerintah menjadi Pahlawan Nasional.

Sebagaimana diketahui sosok Asrul Sani, ia adalah
seorang tokoh seni, sastrawan dan sutradara Indonesia. Asrul Sani merupakan anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Ayahnya, Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Padang Nunang Rao, merupakan kepala adat Minangkabau di daerahnya dan Ibunya adalah Nuraini binti Itam Nasution, adalah seorang keturunan Mandailing di Rao Kabupaten Pasaman.

Asrul Sani memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School Bukittinggi pada tahun 1936. Lalu ia melanjutkan sekolah menengah di Taman Siswa, Jakarta pada tahun 1942.

Setelah tamat, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Kedokteran Hewan, di Bogor. Akan tetapi minatnya terhadap sastra sempat mengalihkan perhatiannya dari kuliah kedokteran hewan.

Asrul Sani sempat pindah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan dengan beasiswa Lembaga Kebudayaan Indonesia-Belanda, ia mengikuti pertukaran ke Akademi Seni Drama, Amsterdam pada tahun 1952. Dia akhirnya kembali melanjutkan kuliah kedokteran hewan hingga memperoleh gelar dokter hewan pada 1955.

Pada masa kuliah, Asrul Sani sempat mengikuti seminar kebudayaan di Harvard University. Setelah tamat kedokteran hewan, Asrul kembali mengejar hasratnya pada seni sastra dengan melanjutkan kuliah dramaturgi dan sinematografi di South California University, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), dan kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958).

Di dalam dunia sastra, Asrul Sani dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45. Kariernya sebagai sastrawan mulai menanjak ketika bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir.

Kumpulan puisi itu sangat banyak mendapat tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu, mereka juga menggebrak dunia sastra dengan memproklamirkan Surat Kepercayaan Gelanggang sebagai manifestasi sikap budaya mereka.

Gebrakan itu benar-benar mempopulerkan mereka.
Selain itu, ia pun pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Gema Suasana (kemudian Gema), Gelanggang (1966-1967), dan pimpinan umum Citra Film (1981-1982).

Sebagai seorang sastrawan, Asrul Sani tidak hanya dikenal sebagai penulis puisi, tetapi juga penulis cerpen, dan drama. Cerpennya yang berjudul Sahabat Saya Cordiaz dimasukkan oleh Teeuw ke dalam Moderne Indonesische Verhalen dan dramanya Mahkamah mendapat pujian dari para kritikus.

Disamping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik di dekade 1950-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah Surat atas Kertas Merah Jambu (sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda).

Sejak tahun 1950-an Asrul lebih banyak berteater dan mulai mengarahkan langkahnya ke dunia film. Garapan pertamanya di bidang film adalah skenario Pegawai Tinggi (1953).

Debut pertama penyutradaraan filmnya adalah Titian Serambut Dibelah Tudjuh (1959). Ia mementaskan Pintu Tertutup karya Jean-Paul Sartre dan Burung Camar karya Anton P, dua dari banyak karya yang lain.

Skenario yang di tulisnya untuk Lewat Djam Malam (mendapat penghargaan dari FFI, 1955), Apa Jang Kau Tjari, Palupi? (mendapat Golden Harvest pada Festival Film Asia, 1971), dan Kemelut Hidup (mendapat Piala Citra 1979) memasukkan namanya pada jajaran sineas hebat Indonesia.

Ia juga menyutradarai film Salah Asuhan (1972), Jembatan Merah (1973), Bulan di Atas Kuburan (1973), dan sederet judul film lainnya. Salah satu film karya Asrul Sani yang kembali populer pada tahun 2000-an adalah Nagabonar yang dibuat sekuelnya, Nagabonar Jadi 2 oleh sineas kenamaan Deddy Mizwar.

Selain menulis puisi, cerpen, esai, naskah teater, dan skenario film, dia banyak menerjemahkan karya sastra mancanegara. Sementara bergiat di film, pada masa-masa kalangan komunis aktif untuk menguasai bidang kebudayaan, Asrul mendampingi Usmar Ismail ikut menjadi arsitek lahirnya LESBUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) dalam tubuh partai politik Nahdhatul Ulama.

Lembaga yang berdiri pada tahun 1962 itu, didirikan untuk menghadapi aksi seluruh front kalangan “kiri”. Usmar Ismail menjadi Ketua Umum, sedangkan Asrul sebagai wakilnya. Pada saat itu ia juga menjadi Ketua Redaksi penerbitan LESBUMI, Abad Muslimin.

Memasuki Orde Baru, sejak tahun 1966 Asrul menjadi angota DPR mewakili NU. Terpilih lagi pada periode 1971-1976 mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk provinsi Sumatera Barat.

Sementara itu sejak tahun 1968 terpilih sebagai anggota DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) dan pada tahun 1976-1979 menjadi Ketua DKJ. Sejak tahun 1970, Asrul diangkat menjadi salah satu dari 10 anggota Akademi Jakarta. Ia juga pernah menjadi Rektor LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta), yang kini bernama Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Asrul Sani beberapa kali duduk sebagai anggota Badan Sensor Film, dan pada tahun 1979 terpilih sebagai anggota dan Ketua Dewan Film Nasional.
Pada tahun 1995, ia menjadi anggota BP2N (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional).

Banyak kiprah yang telah ia torehkan bagi Bangsa ini semasa hidupnya, karena itu pulalah PCNU Kabupaten Pasaman dan DPC GMNI Kabupaten Pasaman menilai sosok seorang Sastrawan Asrul Sani, layak menjadi pahlawan nasional. Bukan itu saja, PCNU dan GMNI Pasaman juga akan mengusulkan beberapa tokoh lain asal Pasaman menjadi Pahlawan Nasional, seperti; Tuanku Rao, Achmad Mukhtar dokter fenomenal asal Bonjol, Polwan Pertama Indonesia asal Bonjol, Syamsiar Thaib dan lainnya. (***)

banner 728x90