Duterte Meminta Pasukan Militer AS Hengkang dari Filipina

kabarin.co – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte menyerukan penarikan pasukan khusus Amerika Serikat (AS) dari sejumlah pulau di Filipina Selatan. Ia mengatakan, kehadiran pasukan tersebut dapat menyulitkan pemerintah Filipina dalam melakukan serangan terhadap kelompok militan Abu Sayaf.

Hal itu disampaikan The Punisher pada Senin 12 September. Menurutnya, jika pasukan AS tidak segera pergi dari Mindanao, nyawa warga negara mereka akan terus terancam. Sebagaimana kelompok pemberontak di kawasan tersebut akan dengan senang hati membunuh atau menculik mereka untuk dimintai tebusan.

“Pasukan khusus mereka (AS) harus hengkang (dari Filipina),” ujar Duterte dalam sebuah pidatonya. “Saya tidak ingin membuat hubungan dengan AS menjadi renggang, tapi mereka harus pergi (dari Filipina),” tambah Duterte.

Menurut Duterte, jika warga Amerika (Tentara USA) masih di Mindanao maka mereka akan menjadi sasaran bernilai tinggi bagi kelompok Abu Sayaf.

Namun demikian, Sejauh ini, Duterte belum menyebutkan tenggat waktu untuk pasukan AS pergi dari Mindanao. Seperti dilansir CBS News, Selasa (13/9), Kedutaan Besar AS di Manila juga belum memberikan tanggapan terkait pernyataan sang presiden.

Seperti yang diungkap The Puniser, Sejumlah pasukan khusus Amerika Serikat telah tewas di bagian selatan Filipina sejak 2002. Amerika mengerahkan pasukan untuk berlatih dan menjadi penasihat para pasukan setempat yang memerangi Abu Sayyaf.

Pada saat itu, sekitar 1.200 orang warga Amerika berada di kota Zamboanga dan di pulau Basilan dan Jolo. Kota tersebut menjadi markas besar kelompok Abu Sayyaf. Pada 2015 aktivitas itu dihentikan, namun sebagian kecil pasukan masih berada di sana untuk memberi dukungan logistik dan teknis.

Atas dasar pertimbangan inilah, kemudian Duterte meminta Pasukan Amerika ditarik dari wilayah tersebut.

Menanggapi hal itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS John Kirby menyebut, belum mendapat kabar resmi terkait penarikan tersebut. Sementara itu Juru Bicara Pentagon Gary Ross mengatakan, mereka akan terus berkomunikasi dengan Filipina.

“(Kami) akan berkomunikasi dengan Filipina untuk menyesuaikan bantuan kami dengan tepat, sesuai dengan apa yang disetujui oleh pemerintah baru,” ujar Ross seperti dikutip dari Reuters, Selasa (13/9).

Tak lama sebelum Duterte menjabat sebagai presiden pada Juni 2016, Pemerintah AS dan Filipina memberlakukan Perjanjian Peningkatan Pertahanan Kerjasama sebagai terkait sengketa Laut China Selatan. Atas perjanjian itu, AS mendapat akses rotasi di lima pangkalan Filipina.(jkg)

Baca Juga:

Bagaimana Pandangan Jokowi Dan Duterte Tentang Eksekusi Mati Mary Jane

Jokowi: Duterte Mempersilakan Mary Jane Dieksekusi Mati

Terkait Pernyataan Jokowi, Duterte Tak Inginkan Mary Jane Di Eksekusi Mati