Memasuki Ramadhan, Harga Daging Sapi ‘Masih Bergejolak’

kabarin.co – Gejolak harga daging sapi belum teratasi, walaupun pemerintah pada awal Juni telah memutuskan untuk mengimpor daging sapi dari Australia.

Keinginan Presiden Joko Widodo agar harga daging sapi turun menjadi sekitar Rp80 ribu per kilogram setelah keran impor dibuka, masih belum membuahkan hasil.

Sampai hari Minggu (05/06), harga daging sapi di sejumlah daerah masih tinggi yaitu sekitar Rp120 ribu per kilogram.

Berbagai usulan dimunculkan berbagai pihak untuk menstabilkan harga daging sapi, tetapi Presiden Joko Widodo meyakini harga daging sapi mulai stabil pada pekan kedua Ramadan setelah daging impor itu didistribusikan.

Sementara, harga sejumlah bahan pangan lainnya, seperti beras, bawang merah, gula, masih terus bergejolak, seperti yang terlihat di pasar Gondangdia, Jakarta pusat, Minggu siang.

“Masih mahal harga daging di dalam pasar, sekitar Rp120 ribu per kg. Kalau bawang merah Rp27.000 per kg,” kata Ibu Edi saat saya temui di depan pasar.

Dia memilih belanja di kios milik Pasar Jaya yang tengah menggelar operasi pasar. Ibu berperawakan kecil ini terlihat sibuk. “Sudah umum seperti ini tiap tahun,” ungkapnya seraya tertawa.

Tangannya membawa minyak goreng, telor dan satu kilogram beras. Dia dibantu anaknya kemudian menaikkan bahan kebutuhan pokok ke motor bebeknya.

“Kemarin belum naik, sekarang udah naik.”

Hari beranjak siang dan pasar Gondangdia makin sepi. Tetapi suara-suara bernada protes masih terdengar dari dalam pasar. Saya bertemu Ibu Ud. “Setiap bulan, ada aja naiknya,” katanya agak bersungut.

Minggu kedua Ramadan

Rabu (01/06) lalu, pemerintah melalui Perum Bulog mulai mengimpor bahan kebutuhan pokok, terutama daging sapi, agar harga daging sapi yang masih tinggi dapat turun.

Impor bahan kebutuhan pokok merupakan kebijakan pemerintah untuk menstabilkan stok dan harga dalam jangka pendek.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, pihaknya juga memberi izin impor daging sapi kepada pihak swasta.

“Sejauh ini ‘kan (yang mengimpor) BUMN, tapi kami membuka sekarang, swasta boleh mengimpor. Hingga 20.000 ton beberapa minggu ini, termasuk impor oleh swasta,” kata Thomas seraya menambahkan impor ini dilakukan secara bertahap.

Operasi pasar di depan Pasar Gondangdia, Jakarta pusat, Minggu (05/06) siang.
Operasi pasar di depan Pasar Gondangdia, Jakarta pusat, Minggu (05/06) siang.

Saat berada di Yogyakarta, Senin (23/05), Presiden Joko Widodo menyatakan telah memerintahkan sejumlah menterinya agar berupaya menurunkan harga daging sapi menjelang Lebaran.

Dia lantas mematok harga daging sapi harus turun hingga di bawah Rp80.0000 per kilogram sebelum Lebaran tiba. Ketika Presiden melontarkan pernyataan ini, harga daging sapi di sejumlah pasar domestik sudah ada yang mencapai Rp120.000 hingga Rp130.000 per kilogram.

Kepada wartawan, Selasa (31/05), Presiden Jokowi mengatakan daging sapi impor sedang dalam proses pengiriman. Dia mengharapkan daging impor tersebut sudah tiba pada pekan pertama bulan Ramadhan.

“Dan bisa distribusikan. Nanti dilihat minggu kedua Ramadan,” kata Jokowi.

Suara pedagang daging sapi

Harapan Jokowi keputusan impor daging sapi bisa menstabilkan harga daging, memang belum terlihat dampaknya. Hari Minggu (05/06), saya menemui penjual daging sapi di Pasar Gondangdia, Jakarta.

Haji Uyung, begitu dia mengenalkan diri. “Harga daging di sini stabil Rp120 ribu per kg sampai hari ini,” ungkapnya.

Dia mengaku sudah mendengar keinginan Presiden Jokowi agar daging sapi turun menjadi sekitar Rp80.000 per kg. Dia terus-terang menolaknya. “Janganlah, terlalu rendah. Standarnya itu Rp120 ribu,” akunya.

Suara Haji Uyung ini, rupanya, sudah bergaung ke mana-mana. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa, PKB, Daniel Johan, termasuk yang meragukan kemampuan pemerintah menurunkan harga daging sapi hingga sekitar Rp80.000.

Haji Uyung, penjual daging sapi di Pasar Gondangdia, Jakarta.
Haji Uyung, penjual daging sapi di Pasar Gondangdia, Jakarta.

“‎Kalau dipaksakan peternak menurunkan harga daging sapi, itu sama saja mematikan para peternak,” tandasnya.

Senada dengan Daniel, Asnawi, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia, APDI, mengatakan, target menstabilkan harga daging sapi di kisaran Rp80.000 bakal merugikan pedagang daging sapi.

“Artinya, kerugian yang ditanggung pedagang itu sekitar Rp33.000. Nah, kalau pemerintah mau mensubsidi per kg Rp33.000, itu sangat mungkin. Artinya, harga itu berada di posisi Rp80.000.”

Penimbunan, penggelapan

Di sinilah, pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Dr Revrisond Baswir, kemudian bersuara. Dia mengatakan pemerintah masih terkendala masalah dalam upaya mempengaruhi penetapan harga kebutuhan pokok.

“Mestinya pemerintah tetap memiliki informasi cukup lengkap, sehingga kemudian mempunyai kemampuan untuk mengawasi, apakah penetapan harga itu mengandung unsur persaingan usaha tidak sehat, penggelapan, penimbunan, yang akhirnya merugikan masyarakat,” kata Revrisond kepada BBC Indonesia, Minggu (05/06).

Terlepas dari dugana permainan harga pasar, Revrisond menilai keinginan Presiden agar harga daging kembali stabil sebelum Lebaran, merupakan bukti dia memiliki komitmen bahwa masalah ini harus selesai dalam waktu cepat.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, pihaknya juga memberi izin impor daging sapi kepada pihak swasta.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, pihaknya juga memberi izin impor daging sapi kepada pihak swasta.

“Sekarang kita lihat sejauh mana birokrasi pemerintah, yang terkait persoalan pengendalian harga, entah berkait dengan kementerian, Bulog, atau BUMN tertentu, itu benar-benar bekerja untuk memenuhi perintah presiden,” kata Revrisond.

Di tempat terpisah, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, Syarkawi Rauf mengatakan, keputusan impor daging sapi harus dikelola dengan maksimal sehingga tujuan pemerintah menstabilkan harga daging sapi dapat tercapai.

“Nah untuk bisa seperti itu, memang data base itu penting. Jadi data base untuk kebutuhan sapi kita di setiap provinsi harus jelas, kemudian data antara kementerian pertanian dan kementerian ekonomi, kemudian BPS ini benar-benar harus sinkron,” kata Syarkawi. (bbc)