Sekolah 5 Hari, 8 Jam Sehari, dan Istirahat 30 Menit; Anak Bisa Stres dan Mogok Sekolah, Tolong Pikirkan!

kabarin.co – Rencana Mendikbut menerapkan lima hari sekolah, terus menuai polemik. Kali ini Psikolog Anak dan Remaja Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo yang khawatir kebijakan itu.

Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) akan menerapkan delapan jam sehari dan sekolah lima hari dalam sepekan di sekolah. Vera menyebut itu akan memengaruhi psikologis anak.

Vera menjelaskan, terlepas dari tingkat pendidikan, anak SD, SMP atau SMA bisa mengalami stres jika memang terlalu lama belajar akademik di dalam ruang kelas di sekolah. Dampaknya bisa macam-macam dan menyebabkan gangguan emosi.

Sekolah 5 Hari, 8 Jam Sehari, dan Istirahat 30 Menit; Anak Bisa Stres dan Mogok Sekolah, Tolong Pikirkan!

“Mulai dari gangguan emosi (cepat meledak emosinya, misalnya) sampai menolak untuk sekolah atau mogok sekolah,” ujar Vera, Rabu (14/6), seperti dikutip fajar.co.id.

Menurut Vera, setiap anak memiliki kondisi yang berbeda, begitu pula di setiap negara. Tak bisa disamaratakan dengan negara maju. Setiap anak berbeda kebutuhannya dan setiap negara berbeda pula pelaksanaan program belajarnya. Tidak bisa disamaratakan berdasarkan lama belajarnya saja.

“Namun perlu dilihat apa yang anak-anak itu kerjakan sampai sore di sekolah. Jika hanya diisi dengan duduk belajar di kelas tentu bisa mengakibatkan anak stres,” tukas Vera.

Vera menilai perlu kajian yang matang sebelum sampai pada kebijakan sekolah lima hari atau anak belajar delapan jam sehari. Dia berharap pemerintah sudah melakukannya dan menemukan solusi yang terbaik.

Dia juga menceritakan pengalamannya saat berhadapan dengan pasien anak yang stres karena belajar. Dampaknya anak tersebut memilih mogok sekolah. “Anak tersebut sampai menolak sekolah karena sekolah yang terlalu panjang waktunya sangat melelahkan buat anak seusianya,” katanya.

Mendikbud Muhadjir Effendy telah menerbitkan Permendikbud nomor 23 tahun 2017 yang mengatur tentang sekolah lima hari dalam sepekan, kemarin (13/6).

Dalam permendikbud itu disebutkan bahwa hari sekolah berlangsung selama 8 jam sehari selama lima hari dalam seminggu. Atau jika ditotal adalah 40 jam seminggu.

Dalam durasi sepanjang itu, peserta didik hanya diberi kesempatan beristirahat selama setengah jam atau 2,5 jam selama seminggu. Namun, sekolah diperbolehkan untuk menambah waktu istirahat sesuai kebutuhan.

Pro kontra kebijakan sekolah 5 x 8 jam ini masih terus berdatangan. Mitra Kemendikbud di Komisi X DPR sendiri belum satu suara.

Sebagian anggota meminta kebijakan dibatalkan. Sementara lainnya, mengusulkan agar kebijakan 8 jam belajar di sekolah diberlakukan opsional. Artinya, tidak diwajibkan.

Anggota Komisi X Arzetty Bilbina menuturkan, banyak kekhawatiran yang muncul atas diberlakukannya kebijakan ini. Paling utama adalah hilangnya waktu anak untuk bertemu dengan orang tua.

“Karena tidak semua orang tua kerja kantoran kan. Ada juga yang full sebagai ibu rumah tangga,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Mendikbud di DPR kemarin.

Selain itu, kebijakan ini akan membatasi anak untuk bisa menempuh pendidikan non formal. Seperti kegiatan keagamaan di diniyah.

Padahal, biasanya usai pulang sekolah mereka akan mengaji di diniyah. “Oleh karenanya, pak. Mohon dipertimbangkan lagi,” katanya.

Berbeda dengan Arzetty, Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah meminta kebijakan ini dijadikan opsional. Tidak berlaku wajib bagi seluruh sekolah di Indonesia.

Pasalnya, masih banyak sekolah yang melakukan kegiatan belajar mengajarnya secara bergantian/shift pagi-siang. “Bagi yang sudah siap jalan. Yang belum jangan dipaksakan,” ujarnya.

Suara juga datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia menegaskan kebijakan full day school (FDS) lima hari itu tidak bisa begitu saja diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

Sebab, melibatkan nasib tak kurang 50 juta siswa mulai dari SD, SMP, dan SMA. Keputusan tersebut harus melibatkan Presiden Joko Widodo.

“Jadi tentu nanti presiden yang mengundang ratas (rapat terbatas) untuk memutuskan saya kira. Ini kalau soal yang begini tidak boleh diputuskan hanya di tingkat menteri,” ujar JK di kantor Wapres, kemarin (13/6).

Namun, sejauh ini belum ada ratas yang secara khusus membahas penerapan FDS itu. Meskipun tahun ajaran baru tinggal sebulan lagi. “Iya betul (tahun ajaran baru sebulan lagi) nanti presiden yang bicara,” tegas dia.

JK mengungkapkan tidak semua sekolah bisa menjalankan program FDS. Terutama sekolah-sekolah di desa. Salah satu masalah utamanya adalah belum semua sekolah terutama yang di desa punya kantin yang menyediakan makan siang.(*/fci)

Baca Juga:

Kebijakan Aneh Mendikbud Menuai Kritik; Sekolah Lima Hari, Pendidikan Agama Bakal Dihapus

UNBK di Tangerang, Sekolah Berkoordinasi dengan PLN

Bendera Republik Maluku Selatan Berkibar di Sekolah, Guru SD Panik

Kejam, Bocah Malang Itu Tewas Dicambuk Pengawas Sekolah