Oleh: Atos Indria Widyaprada
Balai Guru Sumatera Barat
Kebijakan “Merdeka Belajar, Kampus Merdeka” digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang meliputi: 1) pembukaan program studi baru, 2) sistem akreditasi perguruan tinggi, 3) kebebasan menjadi PTN-BH, dan 4) hak belajar tiga semester di luar program studi.
Empat kebijakan fundamental ini memberikan harapan besar bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berkembang dan berdaya saing nasional maupun internasional.
Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini layak disebut dengan perubahan yang cukup ekstrim. Hal ini memunculkan beberapa keraguan di benak akademisi. Diantara pertanyaan besar yang mucul dari kebijakan merdeka Belajar, Kampus Merdeka” adalah 1) Bagaimana mekanisme implementasi kerjasama kampus dengan pihak eksternal dengan latar belakang kampus yang berbeda-beda?;
2) Bagaimana mekanisme pertukaran pelajar dan magang dengan kondisi geografis, mutu SDM, dan ondisi perekonomian yang berbeda-beda masing-masing individu?; 3) Bagaimana mekanisme penjaminan mutu institusi dengan kebijakan akreditasi yang baru?
Kebijakan visioner Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini layak untuk diapresiasi, akan tetapi muncul beberapa persoalan dari penerapan kebijakan “Merdeka Belajar, ” yang harus segera dicarikan solusinya. Maka dari itu artikel ini berusaha mengulas bentuk kebijakan Merdeka Belajar dan tantangan pelaksanaannya.
Semangat untuk melakukan inovasi adalah roh pertama program merdeka belajar. Dengan semangat ini, pendidik dituntut untuk mengek- splorasi dan menerapkan berbagai macam teori, pendekatan, dan prinsip desain pembelajaran guna menciptakan lingkungan belajar yang inovatif bagi peserta didiknya.
Oleh karena itu, pendidik perlu melakukan refleksi secara terus-menerus terhadap praktik pengajarannya, serta menerapkan dan mengembangkan model-model pembelajaran terkini, seperti flipped, classroom, blended learning, dan pembelajaran daring.
Selain itu, pendidik juga perlu mengoptimalkan gawai yang telah dimiliki oleh peserta didik, atau yang telah disediakan bagi mereka, untuk menciptakan pembelajaran inovatif, aktif, dan mendalam.
Roh kedua program merdeka belajar adalah budaya belajar. Dalam menyediakan pembelajaran yang berkualitas bagi peserta didiknya, pendidik dituntut untuk senantiasa belajar dari dan dengan pendidik lainnya.
Lebih jauh, pendidik juga harus tidak takut untuk menjelajah dan bereksperimen dengan metode-metode pembelajaran yang menjanjikan dan telah terbukti efektivitasnya sebagai upaya untuk memperbaiki praktik pengajarannya.
Untuk mewujudkan budaya belajar ini, pendidik perlu untuk terlibat aktif dalam jejaring profesinya, baik lingkup lokal maupun global, serta selalu memperbarui pengetahuannya terkait hasil-hasil penelitian dalam bidang ilmu pendidikan.
Kedua roh merdeka belajar di atas pada dasarnya mengingatkan pendidik pada semangat pengabdiannya, yaitu semangat berinovasi dan belajar secara berkelanjutan untuk mempersiapkan peserta didiknya menghadapi masa depannya.
Semangat berinovasi dan belajar inilah yang harus dipegang dalam mendesain dan memfasilitasi pembelajaran bagi peserta didiknya, tidak terkecuali untuk pembelajaran jarak jauh.
Saat ini akreditasi merupakan adalah pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu.
Akreditasi merupakan proses penilaian atau evaluasi mutu suatu institusi oleh tim ahli (yang disebut asesor) yang berdasarkan pada standar mutu yang telah ditetapkan.
Akreditasi dilakukan atas instruksi dari badan independen di luar institusi yang hasilnya berupa pengakuan terhadap suatu institusi telah memenuhi standar yang ditetapkan. Akreditasi dilakukan secara berkala dan berkesinambungan untuk menetukan apakah sebuah institusi layak beroperasi ataukah tidak.
Maka dalam hal ini arti akreditasi sekolah adalah pengakuan dan penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan tentang kelayakan dan kinerja suatu lembaga pendidikan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M dan BAN PAUD PNF) yang kemudian hasilnya berbentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Mungkin ada baiknya Akreditasi suatu lembaga pendidikan harus mengacu pada platform merdeka belajar yang sampai saat ini terus dibomingkan, pasalnya tantangan kedepan semakin besar, apalagi kita telah meninggalkan cara lama dalam kaitannya dalam memberikan pola Pendidikan, apalagi akreditasi itu juga berhubungan dengan kriteria 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP).
1. Standar Isi. Berhubungan dengan pelaksanaan dan pengembangan kurikulum.
2. Standar Proses. Berhubungan dengan proses pelaksanaan pembelajaran.
3. Standar Kompetensi Lulusan. Berhubungan dengan pencapaian standar, hasil belajar peserta didik.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Berhubungan dengan kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidik.
5. Standar Sarana dan Prasarana. Berhubungan dengan infrastruktur institusi pendidikan.
6. Standar Pengelolaan. Berhubungan dengan pengelolaan seluruh elemen di institusi pendidikan.
7. Standar Pembiayaan Pendidikan. Berhubungan dengan anggaran sekolah.
8. Standar Penilaian Pendidikan. Berhubungan dengan penilaian, analisis, dan evaluasi hasil belajar peserta didik.
9. Indikator 8 SNP inilah yang menjadi tolok ukur akreditasi sekolah. Oleh karena itu penting bagi tiap satuan pendidikan memiliki dokumen adminstrasi dan bukti fisik sebagai bukti bahwa institusi pendidikan tersebut telah memenuhi setiap elemen standarisasi.
Berkenaan dengan dokumen administrasi tersebut, kini sekolah dapat mengarsipkannya ke dalam bentuk dokumen digital yang lebih praktis dan tidak mudah rusak atau hilang dibandingkan dengan dokumen fisik.
Keberadaan dokumen digital ini sewaktu-waktu dapat dicetak dalam bentuk dokumen fisik, yang selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan akreditasi sekolah. Dengan demikian pengelolaan dokumen dan bukti fisik untuk keperluan akreditasi sekolah menjadi lebih mudah dan aman dari resiko rusak atau kehilangan.
Yang pasti mari berbenah dan mempersiapkan diri dan menyesuaikan diri untuk setiap satuan pendidikan dalam mewujudkan merdeka belajar dimana saat ini Kemendikbudristek juga telah mengimplementasikan kebijakan merdeka belajar episode ke-15 telah melahirkan pula tentang Kurikulum merdeka, teknis transformasi pembelajaran melalui kurikulum merdeka. (*)