Bencana Alam dalam Karya Lukis Para Seniman Indonesia

kabarin.co, BANDUNG-Tak hanya kemolekan tubuh wanita atau indahnya alam saja yang kerap menjadi sumber inspirasi para seniman, kerusakan alam yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air pun bisa diangkat dalam sebentuk karya yang mengagumkan.

Seperti seniman asal Yogyakarta, Klowor Waldiyono, kerusakan alam yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana alam menjadi keprihatinannya. Melalui berbagai karya cipta lukisannya, ia mencoba mengajak masyarakat untuk memenuhi hak-hak makhluk hidup demi kelestarian alam.

Dalam karyanya yang berjudul Semesta misalnya, ia menggambarkan kondisi hutan di mana sejumlah binatang terancam perburuan manusia. Kondisi itu mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem, sehingga alam hutan pun rusak.

“Seharusnya, manusia bisa menghargai hak-hak makhluk hidup lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Sebab, mereka juga sama-sama makhluk hidup seperti manusia yang harus dijaga dan diayomi,” katanya saat menjelaskan lukisannya dalam pameran lukisan di Lawangwangi Creative Space di Jalan Dago-Giri, Lembang, Jumat, 18 November 2016.

Karya-karya lukisan bergaya surealis yang dipamerkan Klowor kental dengan kehidupan flora dan fauna yang terancam. Klowor sendiri prihatin, kehidupan tumbuhan dan binatang yang terabaikan itu justru berdampak pada kerusakan lingkungan sekitarnya.

“Banyak terjadi bencana alam seperti longsor, banjir, dan lainnya karena ulah manusia sendiri. Melalui lukisan ini, saya berharap agar manusia bisa lebih mencintai lingkungannya,” ujar Klowor.

Karya-karya Klowor menjadi bagian dalam pameran seni bertajuk “Beda Karakter: Empat Seniman Berdialog dalam Dialogue”. Selain Klowor, karya-karya seniman lainnya, yakni Pini Fe (Jambi), Mola (Bandung), dan Dyan Anggraini (Yogyakarta) bisa dinikmati di Lawangwangi Creative Space pada 18-27 November ini.

Karya Mola asal Bandung menampilkan sosok Geisha, penari khas Jepang. Dyan Anggraini menampilkan lukisan-lukisan realis dengan tema kehidupan urban. Sementara Pini Fe menyuguhkan karya-karya bergaya abstrak sebagai ungkapan emosinya.

Kurator Indonesia Asmujo Jono Irianto mengatakan, hal yang menarik dalam pameran ini adalag tentang perbedaan karakter tiap pelukis dalam penulisannya untuk Dialogue. “Klowor tampil dengan gaya surealis, dekoratif dan kadang naif. Dyan melalui gaya realis dengan sentuhan simbolik. Sementara Mola cenderung eskpresionis dan Pini Fe dengan gaya abstrak,” ujarnya.

Heti Palestina Yunani, kurator lainnya mengungkapkan, dialog bisa dianalogikan sebagai jembatan yang menghubungkan banyak hal yang selama ini dirasa buntu. Dialog tak hanya sebatas bicara atau berkata-kata, tetapi juga bisa disampaikan secara simbolik. “Yang penting pesannya tersampaikan,” katanya. (mfs/pikiranrakyat)

Baca juga:

Tisna Sanjaya: Banjir di Bandung Akibat dari Kerakusan Manusia