18 Tahun Yang Lalu Gempa Tsunami Aceh

Berita29 Views

Kabarin.co -Hari ini 18 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, gempa dan Tsunami Aceh menjadi bencana dahsyat yang pernah terjadi di Indonesia.

Bermula dari gempa dangkal berkekuatan besar, ombak setinggi kurang lebih 30 meter tiba-tiba menghantam pesisir dan melumpuhkan Aceh.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 4 Januari 2005 memperkirakan, jumlah korban tsunami Aceh kemungkinan melebihi angka 200.000 jiwa.

Angka tersebut bukan hanya korban dari Indonesia, tetapi juga di negara lain yang turut merasakan peristiwa kelam ini.

Minggu pagi itu, sekitar pukul 07.58.53 WIB, gempa dangkal berkekuatan M 9,3 mengguncang dasar Samudera Hindia.

Gempa ini bahkan disebut sejumlah ahli sebagai gempa terbesar kelima yang pernah terjadi dalam sejarah.

Menurut Roger Bilham, profesor ilmu geologi di University of Colorado, gempa Samudera Hindia melepaskan sejumlah energi setara dengan bom 100 gigaton.

Dengan kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut, wilayah sumber gempa berjarak sekitar 149 kilometer sebelah barat Meulaboh, Aceh.

Gempa yang mengguncang selama kurang lebih 10 menit ini melahirkan gelombang tsunami dengan ketinggian sekitar 30 meter.

kecepatan tsunami Aceh mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga dan menghancurkan wilayah, tetapi juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan.

Kapal itu adalah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Bukan hanya Indonesia, gempa dangkal juga telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Harian Kompas pada 8 Januari 2005 melaporkan, pantai-pantai di Sri Lanka, India, Thailand, Malaysia, Somalia, Bangladesh, Maladewa, dan Kepulauan Cocos turut tersapu tsunami.

Gempa berkekuatan besar yang terjadi ini merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

pergeseran batuan secara tiba-tiba yang memicu gempa disertai pelentingan batuan, terjadi di bawah pulau dan dasar laut.

Dasar samudera yang naik di atas palung Sunda kemudian mengubah dan menaikkan permukaan air laut di atasnya.

Akibatnya, permukaan datar air laut ke arah pantai barat Sumatera ikut terpengaruh, yakni berupa penurunan muka air laut.

Proses ini akan menggoyang air laut hingga menimbulkan gelombang laut yang disebut tsunami. Ukuran gelombang bisa hanya beberapa puluh sentimeter hingga puluhan meter.

Peristiwa 26 Desember 2004 silam menjadi gempa terdahsyat di abad ke-21. Setelah bencana terjadi, beberapa negara mengerahkan bantuannya menuju Aceh.

Kapal induk Amerika Serikat USS Abraham Lincoln turut membantu evakuasi korban dan penyaluran bahan bantuan.

Selain itu, masyarakat internasional juga memberikan bantuan untuk kawasan bencana tsunami senilai 2 miliar dollar AS.

Dari pihak Indonesia sendiri, mulai memberikan bantuan berupa dana dan barang kebutuhan darurat, seperti makanan, tenda, air minum, selimut, obat-obatan, tenaga medis, dan pencarian korban.

Dengan banyaknya bantuan dan perhatian pada wilayah terdampak bencana, Aceh perlahan kembali tertata.

Bukan hanya secara infrastruktur dan bangunan, tetapi perekonomian sekaligus psikologis masyarakatnya.

Pada 2009 silam, berdiri sebuah museum di Kota Banda Aceh dengan nama Museum Tsunami Aceh untuk mengenang peristiwa pilu ini.

Dirancang oleh Ridwan Kamil sekalu arsitek, museum menyajikan diorama yang menggambarkan peristiwa besera daftar nama korban.

Kini, Museum Tsunami Aceh bukan hanya menjadi situs mengenang keganasan gempa dan 18 tahun Tsunami Aceh, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran dan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat. (pp)