Selain itu, Refrizal menilai kinerja pemerintah mengatasi kemiskinan tidak terlalu nyata seperti yang ramai diberitakan. “Pemerintah sebaiknya tidak jemawa, sebab di balik angka satu digit itu, percepatan pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia kini justru terbilang lambat dibandingkan pemerintahan sebelumnya,” ujarnya
Ia menjelaskan bahwa pada 2009 – 2014 di era SBY, tingkat kemiskinan berkurang rata-rata 0,63 persen pertahun, sedangkan pada 2014 – 2018 di era Jokowi hanya berkurang 0,38 persen pertahun. Melambat rata-rata 0,25% pertahun.
“Saya pikir data menegenai angka kemiskinan dari BPS itu sangat bertolak belakang dengan keadaan di lapangan, seperti kita ketahui saat ini harga pangan seperti telur mengalami kenaikan signifikan. Saya menduga hal ini adalah bentuk politisasi pemerintah menjelang tahun politik ini” tambah politisi asal Sumatera Barat ini.
Maka dari itu, program pengentasan kemiskinan harus lebih fokus lagi sehingga penurunan kemiskinan dapat berbanding lurus dengan kualitas hidup penduduk yang tidak terus-terusan bergantung pada bantuan tunai. Pemerintah juga perlu mengkaji ulang definisi garis kemiskinan yang ditetapkan sebesar Rp 401rb/kapita atau Rp 13.400/hari. (red)