Meluruskan Lagu Legend “BENTO” Ciptaan Iwan Fals

Selebriti50 Views

kabarin.co – Dalam seminggu ini, seperti ditulis wartawan senior Yosef Erwiantoro, nama musikus Naniel Chusnul Yakin, menjadi berita hangat di kalangan jurnalis musik Indonesia. Namun, imbuh mantan wartawan Suara Merdeka itu, sedikit ragu, ketika tertulis, bahwa lagu “BENTO” yang katanya milik Naniel itu, ditulis besar-besar oleh para pewarta musik tersebut, sebagai judul berita.

Dari hasil investigasi sekaligus mencoba mengikuti sepak terjang Iwan Fals sejak 1980, Erwiantoro yang gemar menyebut dirinya sebagai mBah Coco, mencoba meluruskan sekaligus mengklarifikasi, bahwa lagu “BENTO” dari album SWAMI I, edisi 1989 itu, adalah liriknya karya Iwan Fals dan Naniel Chusnul Yakin, dan kemudian dirapikan oleh Sawung Jabo.

Alkisah, ceritanya, di suatu hari, atau seminggu setelah launching album “MATA DEWA”, produksi AIRO Productions, milik Sofyan Ali, tanggal 26 Februari 1989, sudah canangkan dengan tajuk “Konser Iwan Fals 100 Kota” yang siap digelar di Palembang, Padang, Medan, Lhoksuemawe-Aceh dan Lampung.

Ketika launching 26 Februari 1989, di Parkir Timur Senayan Jakarta, konser tersebut memang sangat glamour, karena dihadiri hampir 100 ribu penonton dengan gratis. Sayangnya, seusai pertunjukan, ujug-ujug Iwan Fals turun panggung, dan masuk ke kerumunan penonton di belakang panggung.

Dan, entah kemana perginya Iwan Fals, sepertinya “kesetanan”, sehingga, semua penonton di samping hotel Sultan (dulu Hilton), mengejar Iwan sampai ke Jembatan Semanggi. Dan, dari situ kerumuman massa yang juga “kesetanan” mengejar Iwan, justru emosi membakar satu mobil sedan, yang katanya milik keluarga dekat Sudomo, mantan Pangkopkamtib yang saat itu jadi Menko Polkam.

Puncaknya, saat sudah selesai General Repitition (GR), 3 Maret 1989, di Stadion Palembang, ada telegram dari Jakarta. Yang isinya, “Konser Iwan Fals 100 Kota”, dibatalkan, karena dinilai akan mengganggu keamanan. Informasi yang didapat mbah Coco, yang ikut dalam rombongan wartawan tour 100 Kota tersebut, karena di lampung sedang banyak gejolak, atas kejadian yang terkenal dengan julukan “Peristiwa Talangsari 1989 yang menewaskan banyak warga sipil tewas di Lampung, dimana saat itu Hendropriyono menjadi Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988-1991).

Dari telegram tersebut, nyaris semua rombongan musisi, seperti Iwan Fals, Nicky Astria, Ikang Fauzi, Grass Rock dan promotor Sofyan Ali, menitikan air mata tidak percaya, jika “Konser Iwan Fals 100 Kota” ini, ujug-ujug distop tidak boleh digelar, padahal semua musisi sudah melakukan latihan dan ceck sound hingga malam hari, sekitar pukul 12 malam.

mBah Coco, dan beberapa wartawan ibukota mengusulkan kepada Sofyan Ali, agar bisa melanjutkan perjalanan ke Padang, Medan dan Lhokseumawe, Aceh untuk melakukan konperensi pers, bahwa pembatalan “Konser Iwan Fals 100 Kota” ini, bukan kemauan promotor dan sponsor Djarum (waktu itu), melainkan karena tidak diperbolehkan oleh pemerintah.

Usulan untuk tour “show-show kecil” ini disetujui oleh Sofyan Ali. Yang berangkat saat itu, Sofyan Ali sebagai promotor, Iwan Fals, Remy Soetansyah dan Miller Banureah (keduanya sudah almarhum, Mimi Alqamar, mBah Coco, Naniel Chusnul Yakin dan satu lagi Iwan BKL (wartawan Sriwijaya Post).

Ada pengalaman yang sangat dramatis, saat mbah Coco mau melakukan perjalanan darat dari Medan menuju Lhoksuemawe yang harus ditempuh tujuh jam. Karena, mBah Coco doyan mengendarai kendaraan, akhirnya mBah Coco memutuskan untuk nyetir Jeep Taft, milik Djarum. Kebetulan, di dalam mobil yang mau bergabung hanya Iwan Fals (di depan), sedangkan Naniel di belakang.

Selama tujuh jam menuju Lhokseumawe, Iwan Fals sepertinya lebih memilih main gitar, dengan energi yang sudah frustasi akibat konsernya digagalkan pemerintah. Sedangkan Naniel, dengan senang hati mencatat hingga bisa menyelesaikan 12 lagu dengan lirik-liriknya. Musiknya Iwan Fals, dan liriknya bareng-bareng antara Iwan dan Naniel. Intinya, seingat mbah Coco, ada 12 lagu bisa dibuat sepanjang tujuh jam Medan – Lhokseumawe.

Melahirkan Swami

Hanya dalam waktu sebulan, setelah melakukan perjalanan melelahkan dari Palembang, Padang, Medan, Lhoksuemawe dan kemudian menclok kembali di Jakarta. Sawung Jabo menelpon Iwan Fals, yang isinya ikut turut prihatin atas peristiwa yang menyedihkan, akibat konsernya digagalkan. Dan, Iwan Fals sepakat mendatangi kontrakan Sawung Jabo, di Lobi-Lobi, Komplek Pertanian Pasar Minggu.

Ditemani gitar akustiknya, Iwan Fals banyak bercerita tentang awal kejadian konser 100 kota yang batal. Dari obrolan panjang ini, Iwan Fals menyodorkan lagu “BENTO”, yang musiknya sesuai karakter Iwan Fals, dan Iwan berkata, “Ini karya barengan dengan Naniel, selama wira-wira dari Condet, rumah gue dan Naniel,” kata Iwan Fals, kepada Sawung Jabo.

Dalam perjalanan album “MATA DEWA” yang gagal konser, ada peristiwa AIRO Productions milik Sofyan Ali, dijual ke Setiawan Djodi. Pasalnya, ada perjanjian antara Sofyan Ali dan Setiawan Djodi, bahwa setelah “MATA DEWA”, Setiawan Djodi ingin menelorkan album “KANTATA TAQWA”, dengan lebel barunya, yaitu AIRO Records.

Di dalam perjanjian AIRO Records yang dipindahtangankan Sofyan ke Djodi, juga ada perjanjian Setiawan Djodi dengan Iwan Fals dan Sawung Jabo, untuk membuat album dengan nama grup baru. Saat itu, nama grupnya belum terpikirkan oleh Iwan dan Jabo, tetapi keduanya sepakat untuk membuat dua album. Karena, Iwan Fals punya keterikatan dengan Musica Studio’s, dengan mengambil cuti, untuk bersama AIRO Records.

Di dalam latihan demi latihan, ada banyak gagasan dan ide, di mana Iwan dan Jabo, dibantu Naniel, untuk mencari personil-personil untuk membangun band anyar tersebut. Iwan Fals, sempat mengusulkan posisi pemegang bass pada Heirrie Buchaery. Namun, Jabo juga mengusulkan Innisisri sebagai drummer yang satu paket dengan Nanu sebagai pematik bass. Keduanya, adalah anggota Sirkus Barock (grup band milik Jabo).

Setelah menambah Innisisri dan Nanu. Akhirnya, ada kesepakatan berlima, yaitu Iwan, Jabo, Naniel, Innisisri dan Nanu, untuk masing-masing secara tertutup, mengusulkan sebuah nama grup band ini, dengan menulis di kertas tertutup. Yang diselidiki mBah Coco, Iwan Fals mengusulkan namanya “Sep Ti Teng” (mobil tempat mengambil kotoran manusia), sedangkan Jabo mengusulkan namanya SWAMI, dengan alasan, karena semua personilnya sudah menjadi suami yang baik. Nama SWAMI, diambil dari istilah Kartolo (pelawak, Surabaya yang terkenal di jamannya), kalau menyebut “suami”, ada penekanan SWWWWWWAMI.

Ada pembagian tugas masing-masing personil dalam band SWAMI. Sawung Jabo bertugas untuk membuat jadwal sekaligus workshop, Naniel C Yakin, sebagai PR, karena saat itu latar belakangnya masih sebagai wartawan. Sedangkan, Iwan Fals, bertugas sebagai penghubung antara grup band dengan manajemen AIRO Records. Karena, sejatinya AIRO Records itu, hanya mengontrak Iwan Fals. Namun, karena Iwan mengajak Jabo, maka akhirnya menjadi dua personil dengan AIRO Records.

Bahkan, AIRO Records, juga sepakat mengontrak SWAMI untuk dua album saja, yaitu SWAMI 1 dan SWAMI 2. Di mana, hadirlah dua personil baru, yaitu Toto Tewel dan Yockie Suryoprayogo. Khusus untuk SWAMI 2, semua personil band sepakat menunjuk Innisisri menjadi “Pak Kapten” istilah mereka saat itu.

Saat mempersiapkan SWAMI di studio GIN, kawasan Tomang, ada dua personil “edition”, yaitu Yerry anak Malang yang main gitar (belum ada Toto Tewel), dan Tatas anak Radio Prambros, diposisi piano.

Maka, lahirnya 10 lagu album SWAMI, yaitu 1.Bento (lirik Iwan Fals, Naniel), 2.Bongkar (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo), 3.Badut (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel), 4.Esek Esek Udug Udug (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel), 5.Potret (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel). 6.Bunga Trotoar (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel), 7.Oh Ya… (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel), 8.Condet (lirik Iwan Fals, Naniel), 9.Perjalanan Waktu (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel), 10.Cinta (lirik Iwan Fals, Sawung Jabo, Naniel).

Kembali, ke soal judul di atas, mbah Coco hanya ingin meluruskan, bahwa lirik “BENTO” itu aslinya, dibuat dan dikarang oleh Iwan Fals dan Naniel, disaat mereka berdua “frustasi” setelah konsernya dibatalkan (bergantian saling main ke rumah Iwan dan Naniel, gara-gara 14 jam “bersemedi” pulang pergi di dalam jeep taft dari Medan – Lhoksuemawe – Medan).

Keduanya, dalam posisi yang berbeda saat itu, Iwan Fals sebagai musisi, Naniel sebagai jurnalis musik, yang pernah punya pengalaman panjang, awal tahun 70-an bersama Lemon Tree’s (Gombloh, Franky Sahilatua dan Leo Kristi) sebagai pemegang flute dan harmonika, plus perkusi. Dan, kemudian bergabung bersama Konser Rakyat Leo Kristi, akhir 70-an.

Karena, “BENTO” sudah dalam wadah grup band, maka Sawung Jabo, yang selalu bermusik menomorsatukan kerapian dan ‘ngulik’ untuk jadi cantik, akhirnya lagu tersebut menjadi legenda, bahkan masuk dalam 10 dari 150 lagu terbaik sepanjang masa, edisi Roling Stones Indonesia, Desember 2009.

Ada yang terpenggal sedikit, saat SWAMI mau launching, bahwa mereka semua musisi punya insting dan feeling, bahwa lagu yang akan meledak laris manis bak kacang goreng, adalah “OH YA…….” Pasalnya, jaman itu di tahun 1989, musik jenis dan lirik lagu “OH YA….” sangat pasaran, jika akan berkompetisi di pasar kaset, di mana lagu-lagu bercorak POP cenderung lebih cepat menjadi “best seller”.

Nyatanya, justru “BENTO” yang lebih menjadi “super meledak”. Bahkan, lagu “BONGKAR” di album SWAMI itu, menjadi kampium alias jadi jawaranya sebagai nomor satu, lagu paling terbaik sepanjang masa…….dari 150 lagu yang disaring sejak jaman Indonesia merdeka.

Erwiantoro menambahkan catatannya. Konser perdana SWAMI, di Jogjakarta, Salatiga, Semarang dan Surabaya. Di situ, gitaris Edmon Ambon, hanya main sekali di Jogjakarta. Sedangkan, di Salatiga, Semarang dan Surabaya, Toto Tewel gabung, karena Yerry tak bisa ikut konser. Sampai hari ini, SWAMI belum pernah main di Bandung dan Jakarta. (sma)

Leave a Reply