Menko Darmin: Google Harus Jadi Badan Usaha Tetap, Baru Bisa Ditarik Pajak

kabarin.co – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa Google harus manjadi badan usaha tetap (BUT) apabil ingin beroperasi di Indonesia. Hanya dengan cara itu pemerintah bisa memungut pakak dari perusahaan internet asal Silicon Valley, Amerika Serikat itu.

“(Persuahaan) apapun ya harus ada bentuk usaha tetapnya di Indonesia. Itu syaratnya. Harus ada bentuk usaha tetapnya baru atas dasar itu kemudian bisa dibuat hitung-hitungan berapa pajaknya. Kalau itu enggak ada, ya susah,” kata Darmin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Darmin mengakui saat ini Indonesia belum memiliki aturan perpajakan yang maksimal untuk memajaki perusahaan penyedia layanan internet seperti Google. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong Google untuk membentuk BUT.

“Kalau enggak, enggak ketemu,” ucap Darmin.

Saat ditanya apakah pemerintah akan memblokir Google apabila tetap membandel, Darmin enggan menjawabnya.

“Kamu itu, itu kan yang kamu mau saya ngomong. Enggak mau,” kata Darmin sambil tetawa dan masuk ke mobilnya.

PT Google Indonesia sebelumnya menolak pemeriksaan pajak oleh Ditjen Pajak. Selain menolak diperiksa, Google juga menolak ditetapkan sebagai badan usaha tetap (BUT) atau badan yang seharusnya membayar pajak kepada negara. Ditjen Pajak mempertimbangkan mengambil langkah lebih keras kepada Google.

“Kami akan tingkatkan itu menjadi bukti permulaan atau investigasi dikarenakan menolak diperiksa. Itu salah satu indikasi pidana,” ujar Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Kamis (15/9/2016).

Sri Mulyani Beri Sinyal Bawa Kasus ke Peradilan Pajak

Raksasa internet, Google, menolak pemeriksaan pajak. Pemerintah Indonesia menegaskan tetap pada pendirian bahwa Google harus melunasi kewajiban pajaknya di Indonesia.

“Kami akan terus, Ditjen Pajak mengenakan pasal yang ada,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Meski Google tetap pada pendirian dan menggunakan argumentasinya sendiri, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, negara memiliki wadah untuk mendiskusikan sengketa pajak.

“Dan kalau kami (pemerintah dan Google) sepakat atau tidak sepakat, juga ada peradilan pajak,” ucap Sri Mulyani.

Agar kejadian serupa tidak berulang, Sri Mulyani menegaskan, pihaknya telah meminta tim Ditjen Pajak untuk melakukan kajian terhadap perusahaan-perusahaan penyedia layanan berbasis internet atau over the top (OTT) global.

Sri Mulyani mengakui bahwa persoalan memajaki perusahaan-perusahan ini juga menjadi permasalahan di banyak negara. Oleh karena itu, pihaknya perlu berhati-hati dan melakukan perbandingan dengan negara lain.

“Sehingga, jangan sampai Pemerintah Indonesia membuat rezim yang kemudian dianggap tidak kompetitif, atau sebaliknya menjadi sangat tidak mampu mengoleksi potensi penerimaan negara,” ucap Sri Mulyani.

Bahkan, lanjutnya, kalau perlu Indonesia bersama negara-negara lain membentuk forum internasional sebagai wadah bagi para menteri keuangan untuk membahas soal pajak untuk perusahaan-perusahaan ini.

“Sehingga, menteri-menteri keuangan tidak memiliki interpretasi sendiri-sendiri. Tetapi, untuk sekarang, saya minta DJP untuk memberikan kajian, proposal proses pemungutan pajak untuk aktivitas seperti itu,” ujar Sri Mulyani. (kom)