Namun menurut Hayati, permintaan kampus untuk membuka cadar karena cadar dianggap mengganggu proses belajar mengajar. Apalagi Hayati mengajar mata kuliah Bahasa Inggris di mana ada materi speakingyang diyakini memerlukan kejelasan ekspresi wajah. Pihak kampus juga beralasan bahwa ada laporan dari mahasiswa yang mengaku kurang nyaman dengan gaya berbusana Hayati.
Padahal Hayati mengaku, sejak awal semester ganjil tahun 2017, dirinya sudah meminta izin untuk tetap mengenakan cadar, kepada mahasiswanya di 9 kelas yang berbeda. Bahkan di akhir semester ganjil 2017 lalu, Hayati membagikan lembar evaluasi yang menanyakan apa tanggapan mahasiswanya terkait pengenaan cadar olehnya.
“Lembar evaluasi ditulis tanpa nama. Umumnya mereka katakan tidak apa-apa saya kenakan cadar. Memang ada sebagian kecil mahasiswa yang katakan belum terbiasa lihat saya pakai cadar. Tapi mereka tidak rekomendasikan Umi membuka cadar,” katanya.
Hayati menjelaskan, pihak kampus sempat mengadakan rapat dewan kehormatan dosen untuk memintanya kembali mengajar tanpa cadar. Menanggapi hal itu, ia meminta istikharah dan hasilnya Hayati tetap bersikukuh untuk mengenakan cadar.