Menurut Dia, selama ini banyak mahasiswa yang telah menjadi korban akibat pelaksanaan ujian yg dinilai telah “menzalimi” para mahasiswa kesehatan. Hal tersebut dikarenakan sistem pelaksanaan ujian yg tidak mencakup aspek yang dibutuhkan, yaitu: aspek pengetahuan, aspek keterampilan praktik kerja dan ujian aspek sikap perilaku,
“Namun ujian hanya dilaksanakan dengan sistem tes komputer dengan pilihan jawaban objektif saja, apalagi mahasiswa yang gagal ujian tidak mengetahui dari aspek mana kegagalan tersebut karena hasil yang keluar secara online adalah Kompeten atau tidak kompeten,” ujar Guntur dalam siaran persnya, Minggu (16/7/2023).
Guntur juga menjelaskan, keadaan lain yang merugikan mahasiswa adalah mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi dengan baik dapat di DO dari kampusnya karena Uji Kompetensi yang tidak melibatkan perguruan tinggi tempat mereka belajar.
“Padahal Uji Kompetensi menjadi syarat kelulusan, namun ketika lewat masa studi Mahasiswa yang belum lulus Uji Kompetensi akan otomatis tidak lagi terdaftar sebagai Mahasiswa Aktif (Status Tidak Terdaftar atau DO),” pungkas Guntur.