Padang, Kabarin.co – Upaya Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, ternyata belum efektif. Lahan sawit milik PT Sumatera Jaya Agro Lestari (SJAL), yang disita sejak April lalu, masih tetap dimanfaatkan oleh perusahaan. Bahkan, hasil panennya terus diambil dari areal yang mestinya sudah dihentikan operasionalnya.
Informasi tersebut diungkapkan Presiden BEM UIN Imam Bonjol, Hidayat, ketika dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, Senin (11/8/2025). “Kami menemukan lahan yang sudah disita Satgas PKH tetap digunakan perusahaan. Laporan ini juga sudah kami sampaikan ke DPRD Sumbar,” jelasnya.
BEM se-Sumbar, lanjutnya, juga telah mengirimkan surat resmi ke DPRD Sumbar yang menyoroti kasus PT SJAL, bagian dari Incasi Raya Group. Dalam surat itu ditegaskan adanya dugaan pelanggaran serius, mulai dari alih fungsi kawasan hutan tanpa izin, pencemaran lingkungan, hingga konflik agraria yang merugikan masyarakat lokal.
Menurut BEM, permasalahan ini jelas melanggar sejumlah regulasi penting. Di antaranya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, praktik penanaman sawit di sempadan sungai juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
BEM menilai dampak yang ditimbulkan sangat luas. Hutan yang rusak menyebabkan deforestasi dan meningkatnya risiko banjir serta longsor. Limbah sawit mencemari sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Di sisi lain, hak ulayat masyarakat adat semakin terpinggirkan, dan negara mengalami kerugian ekonomi akibat kewajiban perusahaan yang tidak dipenuhi.
Atas dasar itu, BEM mendesak DPRD Sumbar untuk bertindak tegas terhadap PT Incasi Raya Group.
Senada dengan mahasiswa, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Verry Mulyadi, menyatakan pihaknya sejak lama memperjuangkan persoalan hutan di Pesisir Selatan. Menurutnya, alih fungsi lahan secara ilegal bukan hanya merugikan negara, tapi juga memperparah kerusakan lingkungan.
“Seharusnya daerah itu aman dari banjir, tapi karena hutan ditebang dan diganti sawit, kini masyarakat yang jadi korban. Kami mendukung penuh perjuangan mahasiswa agar lahan yang sudah disita bisa dimanfaatkan negara,” ujar Verry menegaskan. (***)