“Kami punya relawan, kami punya kader, kami punya pendukung, tentu saja kami akan meminta mereka semua untuk mempromosikan Pak Prabowo dan Pak Sandi,” kata Ferdinand.
Salah satu contoh aksi buzzer yang disebut Ferdinand adalah ketika kader Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, gagal dipilih sebagai cawapres Prabowo Subianto. Ketika itu banyak kader Demokrat yang tersinggung sehingga menggerakkan aksi layaknya buzzer.
“Pada akhirnya kami harus menerima realitas politik yang sempat membuat banyak kader kecewa dan jadi buzzer di media sosial. Buktinya waktu itu ada tweet Andi Arief,” ujarnya.
Peneliti Saiful Mujani Research Center (SMRC) memprediksi perilaku buzzer di Pemilu 2019 berbeda dengan buzzer Pemilu 2014. Perbedaan mencolok, kata dia, adalah pada Pemilu 2014 tidak ada petahana sehingga buzzer yang akan bermain di Pemilu 2019 adalah oposisi yang menyerang petahana.
Ada beberapa isu yang akan digunakan buzzer selama bekerja nanti diantaranya persepsi penegakan hukum, isu keamanan, isu ekonomi dan kesejahteraan. Di dalam dinamika tersebut akan muncul hoaks dan disinformasi untuk menyesatkan pemilih yang disebut sebagai noise.