kabarin.co – 1 Maret 2018 ini saya definisikan sebagai hari pertama yang layak dicoret sebagai kerja awal bagi pemilu serentak 17 April 2019. Bukan saja 1 Maret pernah dicatat sebagai hari bersejarah bagi pelajar era Orde Baru dengan munculnya buku Serangan Oemoem Satoe Maret 1949 dalam bentuk komik – tentu dengan doktrin kepahlawanan Letnan Kolonel Soeharto dalam usia muda dan gagah. Sekalipun buku sejarah mencatat betapa Serangan Oemoem Satoe Maret 1949 itu adalah perintah Jenderal Sudirman yang diberikan kepada sejumlah nama lain, seperti Kolonel Bambang Sugeng dan Kolonel AH Nasution, para penerima buku komik itu (termasuk saya) lebih sering melongok peranan Letkol Soeharto yang waktu buku itu disebarkan adalah Presiden Republik Indonesia.
Di luar itu, tanggal 1 Maret adalah langkah eja yang tepat sebelum memasuki masa-masa yang lebih serius lagi hingga setahun mendatang. Langkah untuk menumpukan kaki, guna melanting meraih posisi juara.
Berhitung Mundur, Meraih Kemenangan
Apalagi, Komisi Pemilihan Umum baru saja menetapkan 14 partai politik sebagai peserta pemilu serentak tanggal 17 April 2019 itu, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden. Salah satunya adalah Partai Berkarya yang secara kapasitas ketokohan dipimpin oleh Tommy Soeharto, anggota Dewan Pembina Partai Golkar yang tidak pernah saya dengar pengunduran dirinya secara terbuka ataupun tertutup dengan berpamitan. Saya mengenal kiprah Mas Tommy ketika maju sebagai Calon Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional Riau pada tahun 2009. Saya waktu itu menjabat sebagai Campaign Manager Dr Yuddy Chrisnandi sebagai Calon Ketua Umum. Di sebelah saya, duduk Kivlan Zein, sebagai saksi dari Mas Tommy ketika para peserta Munas melangsungkan pemilihan di mimbar utama. Baik Yuddy, maupun Mas Tommy, seperti sudah saya duga, sama-sama tak meraih satupun suara.