Seorang Buruh Migran Indonesia Akan Berpidato dalam Sesi Pembukaan Konferensi PBB

kabarin.co – Malang, Seorang aktivis buruh migran asal Indonesia bernama Eni Lestari akan berpidato dalam sesi pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa   tentang Migran dan Pengungsi (High Level Summit on Migrant’s and Refugees) ke-71 di kantor pusat PBB di New York, Amerika Serikat, pada 19 September 2016.

Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) di Jakarta, Marjenab mengatakan, Eni Lestari adalah tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di Hong Kong dan saat ini mengetuai International Migrant’s Aliance (IMA). Dia menjadi salah satu dari tiga pembicara kunci dalam pembukaan KTT PBB bulan depan. Dua pembicara lagi berasal dari Iran dan Belanda.

Eni akan berpidato di hadapan sekitar 1.900 hadirin, yang terdiri dari kepala negara, menteri, pemimpin PBB, masyarakat sipil, sektor swasta, organisasi internasional, dan akademisi.

“Dia akan memaparkan buruknya kondisi buruh migran dunia di depan masyarakat dunia. Eni takkan menyuarakan aspirasi buruh migran Indonesia saja, melainkan menyuarakan buruh migran sedunia di kantor pusat PBB di New York,” kata Marjenab kepada Tempo, Sabtu, 27 Agustus 2016.

Menurut Marjenab, tampilnya Eni di forum PBB menjadi kebanggaan bangsa Indonesia,  sekaligus  evaluasi bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih serius memperhatikan dan bertindak nyata untuk melindungi, serta meningkatkan harkat dan martabat para pekerja Indonesia di luar negeri.

Eni mengaku sangat bersyukur bisa mewakili bisa tampil dalam KTT PBB. Perempuan kelahiran Kediri, Jawa Timur, ini mengaku sudah terlibat dalam gerakan masyarakat sipil dunia dalam tiga-empat tahun terakhir. Namun, keterlibatan Eni dalam gerakan advokasi buruh migran internasional dimulai sejak dia IMA—aliansi formal buruh migran yang lahir di Hong Kong pada 2008.

Saat ini IMA beranggotakan 120 organisasi buruh migran dari 19 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Melalui IMA, Eni dan kawan-kawan ingin mengoordinasikan gerakan buruh migran global yang antiimperialisme, sekaligus merespons fenomena migrasi yang semakin masif dan massal. Mereka ingin memperjuangkan hal-hal yang fundamental bagi buruh migran, seperti hak untuk tinggal, hak untuk bekerja, dan bahkan hak untuk berpindah-pindah pekerjaan.

“Target jangka panjangnya memperjuangkan, memperkuat, dan mengangkat hak-hak dan suara buruh migran pada tingkatan global, semisal melobi PBB dan ILO (Organisasi Buruh Internasional bentukan PBB). Alhamdulillah, kerja keras kami mulai menampakkan hasilnya September nanti,” kata Eni kepada Tempo.

Perempuan yang usianya hampir 40 tahun ini sangat bersyukur. Konferensi nanti, kata dia, merupakan wujud aksi nyata pertama PBB untuk merancang sikap bersama yang lebih baik dalam menyikapi krisis migran dan pengungsi yang sedang berlangsung di dunia. Keterbukaan PBB menerima pembicara yang berasal dari buruh migran juga sebuah kemajuan karena selama ini suara buruh migran selalu diwakili oleh pihak yang bukan buruh migran.

“Buruh migran bisa menjelaskan persoalan yang dialami langsung dan juga solusi konkret yang diinginkan,” ujar perempuan yang menjadi tenaga kerja wanita di Hong Kong sejak 1999 itu.

Menurut Eni, IMA mulai melobi PBB untuk memasukkan isu migran dan pengungsi sejak tiga-empat tahun terakhir jelang berakhirnya Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs), yakni Deklarasi Milenium yang ditandatangani kepala negara dan perwakilan dari 189 negara PBB dan mulai dijalankan pada September 2000. Namun, MDGs yang diakhiri PBB pada 2015 sama sekali tidak memasukkan isu migran.

IMA terus melobi PBB untuk memasukkan isu migran ke tujuan pembangunan global kelanjutan MDGs, yakni tujuan pembangunan global kelaTujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yang dicanangkan pada 17 September 2015—bersamaan dengan penutupan MDGs.

Usaha IMA pun berhasil: isu migran masuk dalam dokumen 17 tujuan SDGs. Tujuh belas tujuan ini terbagi menjadi 169 target dan sekitar 300 indikator kesuksesan SDGs. Ukuran atau indikator SDGs disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.

Sekadar tambahan, selain memimpin IMA, Eni Lestari juga menjadi pengurus JBMI, koordinator Persatuan Buruh Migran Indonesia Tolak Overcharging (PILAR), juru bicara Asian Migrant’s Coordinating Body (AMCB), serta aktif menyuarakan persoalan dan tuntutan buruh migran di tingkat nasional, regional, dan internasional.(tem)

Baca Juga:

Kebijakan Dikecam, Rodrigo Duterte Ancam Keluar dari PBB

Bantu PBB, Indonesia Kirim Satgas Maritim ke Lebanon

Duterte Tak Ambil Pusing Meski Kebijakan Ala ‘Petrus’-nya Dikecam PBB