Features: Melihat “Peta” Sepakbola Sumbar dari Final Round IGC 2016

Kabarin.co – Putaran final Irman Gusman Cup (IGC) 2016, sudah menyelesaikan matchday 2. Ketika 18 tim masing-masing sudah menyelesaikan dua laga, secara perlahan sudah mulai terlihat peta kekuatan di turnamen ini. Plus, “wajah” sepakbola amatir Sumbar pun mulai tersingkap.

Secara umum kekuatan sepakbola sudah mulai merata di Sumbar. Setidaknya, dari pertandingan yang sudah diselesaikan, jarang terlihat pertandingan yang tak berimbang atau dibumbui skor-skor besar seperti skor tenis, polo air, atau bola tangan.

Bahkan tak sedikit pertandingan yang harus diselesaikan dengan adu penalti. Karena panpel memang menerapkan harus ada pemenang di tiap pertandingan. Jika main imbang dalam waktu reguler, maka langsung diselasaikan dengan adu penalti.

Mungkin itu bisa dijadikan patokan, secara perlahan telah terjadi perimbangan kekuatan sepakbola di kabupaten/kota di Sumbar.

Walau begitu, tak bisa dipungkiri kekuatan-kekuatan sepakbola Sumbar masih didominasi oleh daerah-daerah yang secara tradisi menguasai sepakbola Sumbar dalam beberapa dekade terakhir.

Hal itu cukup terbaca, setelah melihat dua matchday putaran final IGC 2016. Walau begitu, peta ini masih ada kemungkinan jungkir balik atau berantakan, karena masih ada dua matchday lagi akhir pekan nanti.

Bagaimanapun, filosofi bola itu bulat atau apapun bisa terjadi di sepakbola, terkadang masih berlaku. Kejutan-kejutan masih sangat mungkin terjadi. Bukan tak mungkin tim yang semula tak diperhitungkan, justru yang tampil ke permukaan.

Bicara kekuatan sepakbola Sumbar hari ini, khususnya yang terlihat di IGC ini, Kota Padang, Kota Payakumbuh, Padang Pariaman, Tanah Datar, Sijunjung, dan Pasaman Barat sangat pantas di kedepankan.

Wakil-wakil enam Kabupaten/Kota itu, sejauh ini mampu unjuk kemampuan. Dan, kalau ditelusuri, ada argumen yang membuat tim-tim daerah itu terlihat punya nilai plus.

Kota Padang, Bagaimanapun tetap sentral sepakbola Sumbar dan terdepan sebagai penghasil pemain. Ditunjang sarana dan prasarana yang lebih representatif, dan SDM pelatih yang bertumpuk, memungkinkan sepakbola di ibukota lebih dulu selangkah. Hal yang sangat wajar dan masuk akal, daerah lain pun seperti itu.

Diwakili kecamatan Koto Tangah, Padang memang difavoritkan merebut trophy edisi perdana IGC ini. Namun, Padang harus menghadapi tantangan berat, karena semua wakil Kabupaten/Kota lain, akan berlomba dan termotivasi mengalahkan Padang.

Wakil Tanah Datar, Sungayang, sudah memberikan kekalahan pertama pada Padang. Artinya, walau Padang dengan banyak label plus-nya, Sungayang bisa membuktikan bahwa Padang bukanlah tim super yang tak bisa dikalahkan. Bukan faktor kejutan atau kebetulan, karena dari segi permainanpun, Sungayang tak kalah rapi dibanding Padang.

Sungayang saat ini, adalah kekuatan sepakbola terdepan di Luhak Nan Tuo. Denyut nadi sepakbola paling terasa di Tanah Datar, memang di Sungayang adanya.

Lebih luas, sejak dulu Luhak ini memang kekuatan sepakbolanya sudah disegani, minimal tingkat Sumbar ketika bonden PSBS Batusangkar mencuat di era 1980-an. Juga banyak pemain top lahir disini. Aprius dan Romi Diaz Putra, adalah sedikit diantaranya.

Payakumbuh Barat, wakil Kota Payakumbuh juga sudah mencatat hasil sempurna di dua laga Grup D. Tak mengherankan sebenarnya. Payakumbuh sejak dulu adalah penelur pemain-pemain berkualitas, tak hanya di tingkat Sumbar, tapi juga nasional.

Bicara sepakbola Payakumbuh hari ini, hal paling menonjol adalah sisi pembinaan yang sedikit lebih maju dibanding daerah lain. Itu sebabnya mereka tak pernah kekurangan bibit pemain.

Diputarnya Liga SSB dari beberapa tingkatan usia secara teratur, adalah salah satu yang menyebabkan Payakumbuh sepakbolanya stabil. Hampir dapat dipastikan, para pemain yang tampil di IGC ini, adalah produk Liga SSB di Kota Biru tersebut.

Kabupaten Sijunjung, dengan wakilnya Koto VII juga unjuk gigi dengan hasil sempurna dari dua laga. Bukan kejutan kalau Sijunjung bisa menggebrak. Jika dinapaktilasi, perjalanan sepakbola nagari Lansek Manih ini memang sudah top dari dulunya.

Brand sepakbola Sijunjung adalah Persiju, yang juga pernah berjaya di era 1980 sampai 1990-an. Burhafrizal, salah satu pemain Persiju yang meroket saat itu, bahkan mampu masuk tim Porwil Sumbar tahun 1983. Sangat langka pemain daerah yang bisa memperkuat tim Sumbar, karena kalah saing dengan pemain Padang.

Persiju, juga satu dari sedikit bonden di Sumbar yang bisa mendekati kualitas PSP Padang dulunya. Yang lain mungkin hanya PSBS Batusangkar dan Persepak Payakumbuh.

Berikutnya Padang Pariaman, yang diwakili Kecamatan Kampung Dalam, juga unjuk kemampuan di ajang IGC 2016. Padang Pariaman boleh dibilang baru mencuat satu dekade terakhir. Salah satu penyebabnya, kabupaten satu ini termasuk yang paling “sibuk” sepakbolanya.

Tarkam yang tak sulit ditemukan, dan menjamurnya SSB jadi penyebab Padang Pariaman menjelma menjadi kekuatan baru sepakbola Sumbar. Bahkan dalam beberapa penyelenggaraan terakhir Porprov Sumbar, mereka mampu berjaya.

Imbasnya banyak bintang-bintang muda lahir, Novri Setiawan dan Alan Martha, adalah salah satu contohnya. Di tingkat sepakbola Usia dini pun, utusan Padang Pariaman pun kerap mewakili Sumbar ke tingkat nasional.

Pasaman Barat, juga mulai menjelma menjadi kekuatan yang layak diperhitungkan di Sumbar. Mirip dengan Padang Pariaman, kegiatan sepakbola di Pasbar juga “bising” akhir-akhir ini. Turnamen lokal juga kerap digelar di Kabupaten pemekaran ini.

Pembinaan juga lumayan diperhatikan, karena iven-iven sepakbola usia dini juga kerap diadakan. Mungkin sudah wajar pula, jika Kecamatan Pasaman yang mewakili di IGC 2016, datang ke Padang dengan penuh gaya, memperlihatkan kualitas dan skill mereka.

Well, walau enam daerah itu boleh dikatakan masuk “grade A” turnamen ini, tapi bukan berarti mengabaikan wakil 12 daerah lainnya. Tetap ada peluang bagi 12 daerah itu unjuk kemampuan meruntuhkan enam tim grade A itu.

Bisa saja, 12 daerah diluar Grade A itu kurang mengaum di putaran final IGC, karena hal-hal yang sifatnya diluar teknis, semisal persiapan kurang maksimal atau kondisi-kondisi non teknis yang menghambat.

Tapi hal lain juga tak bisa dipungkiri, sepakbola di beberapa daerah itu memang berjalan naik turun, tidak konsisten, dan kadang tak terlalu diperhatikan oleh yang berkompeten.

Kota Padang Panjang misalnya, kota kecil ini sudah kehilangan gairah sepakbolanya. Setelah sempat juara Divisi I Sumbar 2009, setelah itu gairah itu justru menurun sampai titik terbawah. Layu sebelum berkembang, itulah nasib sepakbola Kota dingin ini.

Dharmasraya, sempat menjuarai Porprov 2014, bukan berarti sepakbola sudah melangkah maju. Karena ternyata juara Porprov lebih ke faktor prestise. Juara dengan “pemain rental” memang tak bermakna apa-apa, apalagi kalau dikaitkan dengan pembinaan atau menciptakan pemain.

Selebihnya, adalah daerah-daerah yang sepakbolanya sejak dulu memang tidak terlalu menonjol, alias rata-rata saja. Sebutlah Lima Puluh Kota, Pasaman, Agam, Bukitinggi, Solok, Sawahlunto, Pesisir Selatan, ataupun Solok Selatan.

Mungkin dengan perbaikan sepakbola yang mulai dilakukan secara serius, akan memperbaiki kualitas mereka dimasa datang. Limapuluh Kota adalah salah satu yang paling gencar memperbaiki diri, baik dengan Liga SSB-nya, ataupun turnamen-turnamen yang makin sering diadakan. Luhak Nan Bungsu ini sepertinya tinggal menunggu waktu saja untuk berjaya lagi.

Mungkin dengan adanya Irman Gusman Cup ini, akan mampu merangsang lagi kabupaten/kota untuk berlomba membangun kembali sepakbola mereka. Bersaing menampilkan pemain binaan mereka. Karena salah satu misi terbaik diadakannya IGC itu adalah menjemput kembali gairah yang hilang tersebut.(Rizal Marajo)

Leave a Reply