Cara Penggusuran di Jakarta Jadi Contoh Buruk

Metro3 Views

kabarin.co – JAKARTA, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan sejumlah penertiban di kawasan padat penduduk yang dinilai sebagai wilayah resapan air. Hal tersebut ditujukan agar permasalahan di Ibu Kota, yaitu banjir dapat teratasi.

Namun, penggusuran yang dilakukan terhadap warga yang tinggal di kawasan tersebut sering kali menuai kecaman. Warga yang tergusur merasa menjadi korban kesewenang-wenangan pemerintah dan tidak mendapatkan ganti rugi yang layak.

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan penertiban kawasan di wilayah Ibu Kota sebenarnya layak dilakukan, apabila Pemprov DKI Jakarta memperhatikan aspek manusiawi dalam melakukannya. Sering kali, penggusuran dilakukan dengan terburu-buru dan tidak melewati tahap sosialisasi yang selayaknya.

“Sebenarnya kan dalam penertiban wilayah itu harus diawali dengan sosialisasi tentang rencana tata ruang kota terhadap masyarakat yang tempat tinggalnya akan digusur. Terus disiapkan bagaimana nantinya jaminan hidup, yaitu tempat tinggal dan pekerjaan mereka,” ujar Nirwono kepada redaksi, Jumat (15/4).

Selama ini, menurut Nirwono penggusuran dilakukan begitu saja tanpa adanya sosialisasi yang jelas, bahka waktu yang sangat singkat. Padahal, dengan sosialiasi yang baik, tidak dibutuhkan adanya pemaksaan terhadap warga karena kebanyakan hal yang mereka khawatirkan bagaimana tetap dapat memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang layak atau justru lebih baik dari sebelumnya.

“Pemprov DKI Jakarta kan harus perhatikan aspek ini karena yang dipindahkan ini bukan barang, tapi manusia, jadi harus dengan cara yang manusiawi juga,” jelas Nirwono.

Ia melihat dalam penertiban sejumlah kawasan di Ibu Kota mulai dari kampung Pulo, Kalijodo, hingga Luar Batang, seluruhnya dilakukan tidak tepat. Sayangnya, hanya dengan menggusur dan memindahkan warga ke rusun, hal ini dianggap sebagai sebuah keberhasilan.

“Padahal ini keberhasilan dalam tanda kutip dan berbahaya. Orang-orang yang lihat ini sukses jadi menilai berarti tidak boleh ada kampung kumuh dan sebuah kota hanya layak bagi mereka yang kaya, dan tentunya bisa dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya,” kata Nirwono. (rep)

Leave a Reply