Features: Tribute to Suhatman Imam, Sang Legenda Ranah Minang

Penulis: Rizal Marajo

Medio 2009, saya menjadi salah seorang juri pemilihan pemain terbaik untuk penghargaan Bintang emas Copa Dji Sam Soe di Jakarta. Dalam rangkaian dan sekaitan acara itu, pihak sponsor juga memberikan penghargaan kepada 10 legenda Timnas Indonesia dari generasi yang berbeda.

Sebagai orang Minang, dan satu-satunya wartawan dari Sumatra Barat, sejujurnya saya ikut bangga saat itu. Karena satu dari sepuluh legenda itu, terdapat satu orang putra Minang. Siapa lagi kalau bukan Suhatman Imam.

Bersama Suhatman, terdapat nama-nama besar lainnya yang pernah berjasa dan berdarah-darah membela Timnas Indonesia, seperti Ronny Paslah, Syofyan Hadi, Robby Binur, Hamdani Lubis, Patar Tambunan, Ribut Waidi, Marzuki Nyakmad, Azhari Rangkuti, Sudirman, sampai Peri Sandria.

Terpilihnya Suhatman sebagai legenda, sekali lagi membuktikan dia adalah orang spesial dan terpilih dalam jagat sepakbola Indonesia. Kehebatannya di lapangan hijau dan dedikasinya untuk sepakbola negeri ini memang diakui.

Wajarlah, kalau saya ikut bangga, dan perasaan itu terwakili oleh sosok Suhatman Imam. Karena dari puluhan wartawan lain dari berbagai daerah, pastinya tak semuanya terwakili perasaan bangganya oleh legenda sepakbola dari daerahnya, saat itu.

Di Sumbar sendiri sosok pria yang satu ini levelnya sudah layak disebut sebagai legenda hidup. Belum lengkap membicarakan sepakbola Sumbar tanpa mengikutsertakan dirinya. Sosok yang penuh inspirasi, hebat semasa jadi pemain, dan bertangan dingin sebagai pelatih. Sosok yang bertabur prestasi, siapa yang bisa memungkiri?

Suhatman Imam (tengah berdiri) bersama para legenda Timnas Indonesia di Copa Dji Sam Soe 2009.

Dia yang membawa atribut dirinya sebagai putra Minang, telah berkelana mengukir prestasi di dunia sepakbola, yang gaungnya tak hanya di Indonesia, tetapi mampu menembus batas mancanegara. Siapa menyangka, anak Koto Anau Solok dalam karir sepakbolanya yang singkat, adalah pemain yang pernah bermain lintas benua. Mulai dari Belanda, Spanyol, sampai ke Noumea di Fasifik.

Tapi sayangnya kita di Sumbar, para praktisi olahraga di daerah ini terkadang luput memberi perhatian dan penghargaan yang selayaknya untuk olahragawan sekaliber Suhatman. Dia yang sudah mengharumkan dan membuat bangga Ranah Minang di berbagai pentas sebakbola nasional dan internasional. Sejatinya, dia sangat
pantas mendapatkan penghargaan lebih dari tanah kelahirannya sendiri.

Atas dasar itulah, Spartan Enterprise, Event Organizing yang menggelar Minangkabau Cup 2017, dan dimotori oleh wartawan olahraga senior Hardimen Koto, berbesar hati memberikan sebuah awarding atau penghargaan untuk sang legenda hidup ini: Tribute to Suhatman Imam.

Meluncurkan sebuah buku yang menggambarkan sosok Suhatman Imam yang mungkin belum banyak diketahui publik, adalah salah satu bentuk award tersebut. Disana akan tertuang soal perjalanan karirnya, lika-liku kisah di lapangan hijau, suka maupun duka. Penuh kisah dramatis seorang anak Minang yang selama 45 Tahun mengabdikan dirinya, lahir dan bathin, bergelut dengan sepakbola.

Selain berbentuk sebuah buku, Suhatman juga akan dianugerahi sebuah Golden Boot alias sepatu emas, dan disana akan terukir sebuah kata; “Suhatman Imam, The Minangkabau Legend”. Disamping itu souvenir-souvenir khusus pun sudah disiapkan untuknya.

Sepatu emas untuk Suhatman Imam

Pun, moment penyerahan penghargaan pada 12 Februari 2017 yang bertepatan dengan opening ceremony Minangkabau Cup juga terasa pas dan sangat menarik. 12 adalah nomor punggung yang identik dengan Suhatman, tiga hari setelah Ulang tahun perkawinan ke-38 dengan Eri Khaidir, tiga hari sebelum pergi Umroh, dan dua minggu sebelum Suhatman merayakan ulang tahunnya yang ke-61, 26 Februari 2017.

Suhatman Imam, sang legenda hidup sepakbola Ranah Minang, sebuah nama yang diharapkan sebagai pembawa spirit lain dibalik penyelenggaraan Turnamen Minangkabau Cup 2017. Dia sosok yang tepat sebagai sumber inspirasi bagi anak- anak muda Sumatra Barat yang akan dan telah memilih sepakbola sebagai masa depannya.

Dia juga diharapkan jadi pemacu dan pemicu bagi praktisi olahraga dan para pengambil kebijakan di daerah ini, untuk lebih peduli dan apresiatif kepada sosok-sosok olaharagawan yang sudah memberikan keringat, air mata, bahkan darahnya, dalam mengarumkan nama dearah ini, juga bangsanya.

Well, apa yang dilakukan Spartan Enterprise untuk Suhatman adalah sebuah wujud kepedulian yang nyata. Walau mungkin belum akan sebanding hanya dengan sebuah buku, piala, dan souvenir, tapi setidaknya itu sebuah upaya menempatkan seorang Suhatman di tempat seharusnya dia berada. Dia salah seorang olahragawan terbaik  yang pernah lahir di daerah ini, dan dia memang seorang legenda Ranah Minang. (Rizal Marajo)