Indonesia harus Meningkatkan Kompetensi SDM untuk Bersaing di era MEA

kabarin.co – Jakarta, Indonesia perlu meningkatkan kompetensi SDM melalui pendidikan berkualitas agar bisa bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini. Ada 8 profesi yang akan bertarung di era MEA, dua di antaranya yakni insinyur dan arsitek.

Agar tidak kalah saing dengan negara luar, maka lulusan teknik ini harus memiliki kualitas yang baik. Apalagi lulusan teknik ini memang sudah diprediksi akan banyak diminati di dunia industri.

Data yang dirilis oleh Putra Sampoerna Foundation mengutip inspirasi.ir (2013), insinyur adalah tenaga ahli yang paling dibutuhkan Indonesia. Jumlah mahasiswa teknik disebutkan hanya 11% dari total 5,3 juta mahasiswa berbagai jurusan.

Selain itu sebanyak 545.122 mahasiswa peminat non teknik dan 169.819 mahasiswa peminat teknik. Indonesia butuh 175.000 insinyur per tahun, sementara Indonesia baru bisa menghasilkan 42.000 insinyur.

Lulusan teknik banyak dicari industri dunia kerja karena beberapa faktor. Salah satunya karena mereka mempelajari hal yang khusus dan siap kerja setelah mereka lulus.

“Kurikulum jurusan teknik itu memang dirancang untuk siap kerja. Kemampuan mereka spesifik, dalami yang itu saja, jadi punya keahlian khusus. Perusahaan itu mencari mereka yang sudah siap kerja contohnya seperti engineering,” kata Wakil Dekan dan Pengajar Sampoerna University Erna Maria Lokollo, Ph.D saat berbincang dengan detikcom, Rabu (3/8/2016).

Data lain dari Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat mengungkapkan pada 2018 nanti hampir 30 pekerjaan strategis memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan yang memadai di bidang Science Technology Engineering Arts and Math (STEAM). Data National Science Foundation (2007) menyebutkan dalam 10 tahun ke depan, 80% lapangan pekerjaan akan membutuhkan kemampuan kompetensi yang berbasis pada STEAM.

Kelebihan lulusan teknik menurut Erna adalah kemampuan mereka untuk mencari solusi terhadap masalah. Saat kuliah mereka terbiasa diajarkan untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Mereka yang berlatar belakang STEAM diajarkan dengan pendekatan antar ilmu, mereka mengikuti pembelajaran aktif dan berbasis pada pemecahan masalah, sehingga mereka sejak awal sudah dididik untuk berpikir kritis, analitis dan berfokus pada solusi.

“Anak-anak ini lebih mengerucutkan permasalahnhya. Mata pelajaran di bidang ini secara tak langsung mendorong untuk berfikir lebih logis. Kalau menjawab pertanyaan akan lebih cepat, misal ada pilihan a b c d, mereka mengeleminasi yang tidak mungkin dan yang mungkin yang dikirimkan,” kata Erna.

Menurutnya mereka yang kuliah di jurusan ilmu eksak diajarkan untuk menyelesaikan masalah langsung di titik permasalahannya. Mereka juga diajarkan untuk menganalisa saat dihadapkan pada soal-soal ujian pelajaran sehari-hari. Kemampuan ini menjadi salah satu faktor kenapa mereka dicari di dunia industri.

“Jadi cara berpikirnya sudah eksak karena selama kuliah belajar pola logic menyelesaikan masalah, sehingga secara tak sengaja memperngaruhi cara berpikir dia di perusahaan,” ujarnya.

“Kalau menjalani persoalan hidup bisa mengatasinya lebih cepat karena biasa diajarin cara berpikirnya seperti itu saat kuliah. Hal itu yang dibutuhkan tenaga kerja saat ini seperti lulusan engineering,” pungkasnya.(det)

Baca Juga:

Sri Mulyani: Pemerintah Kemungkinan akan Menambah Jumlah Utang Pada Tahun 2017

Sri Mulyani Resmi Melakukan Pembukaan Penjualan Investasi Terbaru pada Sektor Syariah

Daftar Universitas yang Paling Banyak Menghasilkan Para Miliarder