“Selain prosesnya cukup rumit. Penataan ini akan membebani APBD. Mulai dari biaya pendampingan untuk sosialisasi dan inventarisasi. Makanya, kita tidak terlalu antusias dengan program ini,” ungkapnya.
Idealnya, karena program kementerian anggarannya juga ikut dibebankan melalui APBN bukan APBD. Sementara, revisi Perda RTRW sudah diperjuangkan sejak awal. Meski begitu, persetujuan dan berapa pelepasan kawasan hutan tetap melalui persetujuan dari kementrian LHK.
Sebelumnya, mantan Kepala Bappeda Kepulauan Mentawai, Naslindo Sirait menyebutkan, revisi Perda RTRW Nomor 3 tahun 2015 ini karena adanya perubahan kebijakan nasional yang sangat mendasar. Selain itu, perkembangan wilayah Kepulauan Mentawai yang pesat sudah melebihi perkiraan yang ditetapkan di dalam RTRW, terutama dari sisi pembangunan infrastruktur fasilitas umum, sosial dan lahan usaha.
Di sisi lain, yang tidak kalah penting yakni, persoalan ketidakjelasan status kepemilikan lahan masyarakat Mentawai yang berada di kawasan hutan. Baik itu, kawasan pemukiman maupun juga perladangan yang berdampak tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat. Dengan revisi Perda RTRW ini diharapkan dapat kembali menyegarkan investasi di Kepulauan Mentawai.(*)