Ia mengatakan, jika bencana likuifaksi terjadi, potensi kesulitan masyarakat menyelamatkan diri lebih sulit ketimbang tsunami.
Hal ini dikarenakan ada jeda waktu penyelamatan diri diantara jeda gempa dan tsunami. Sementara likuifaksi tidak memiliki jeda lama seperti itu.
“Karena itulah kita memerlukan masyarakat siaga bencana. Orang-orang ini yang akan menjadi penunjuk di tengah masyarakat ketika bencana terjadi,” ujarnya.
Dengan adanya orang-orang siaga bencana ini maka akan lebih mudah masyarakat untuk dihindari dari dampak yang lebih besar.
“Bukannya apa-apa contohnya ketika bencana di Lembah Anai, yang paling duluan tiba itu kader PMI, bukan pemerintah. Nah, belajar dari ini kita paham bahwa perlu orang-orang siaga bencana di masing-masing daerah agar penyelamatan dan mitigasi bencana bisa dilakukan secepat mungkin,” ujarnya.
Supardi mengatakan orang-orang siaga bencana ini bisa pula dari para penggiat sosial masyarakat.
Ia mengatakan itu pulalah salah satu alasan mengapa dilaksanakan pertemuan pilar-pilar sosial.