Padang, kabarin.co – Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatera Barat menyampaikan tuntutannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik SMK di lingkungan Dinas Pendidikan Sumbar, tujuh terdakwa – Syaiful Abrar, Rusli Ardion, Raymond, Doni Rahmat Samulo, Suherwin, Erika, dan Syarifuddin – mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
Terdakwa Doni Rahmat Samulo, melalui penasihat hukumnya, Putri Deyesi Rizki, menyampaikan beberapa poin penting saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
Dalam pleidoinya, beliau menyatakan bahwa 90 persen saksi tidak mengenal Doni Rahmat Samulo.
Saksi-saksi seperti Raymond, Rusli Ardion, dan Syaiful Abrar, yang semula menjadi tersangka, serta saksi Suherwin, Erika, dan Syarifuddin yang merupakan rekanan, hanya mengenal Doni melalui mobil tahanan.
Selain itu, saksi dari pihak distributor (PT. PJS) yang dipanggil ke persidangan pun dinyatakan tidak mengenal terdakwa.
“Pada saat kegiatan, Doni Rahmat Samulo menjabat sebagai Plt. Sekda dan Plt. Bupati Solok Selatan. Penunjukan pada pokja 7 dilakukan karena beban berat di pokja 5 yang tidak melakukan peninjauan ulang terhadap lelang yang diaplod, sehingga banyak dokumen terpotong,” ungkapnya pada Kamis (6/2/2025).
Ia menambahkan bahwa sejak awal kasus ini bergulir, penasihat hukum terdakwa sudah menduga bahwa dakwaan JPU tidak mendasar untuk Doni Rahmat Samulo.
Dalam persidangan, keterangan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), DR. Feri Tanjung, tidak dapat menjelaskan aturan pasti mengenai larangan mengganti pokja. Tidak ditemukan satupun kalimat yang mengatur hal tersebut dalam Perlem LKPP Nomor 12 Tahun 2021 maupun Perkes Nomor 16 Tahun 2018.
Tak hanya itu, ahli auditor internal Kejati Sumbar, Abdi Hidayat, yang menggunakan metode wawancara untuk menghitung kerugian negara, mengakui bahwa beliau tidak mewawancarai Doni Rahmat Samulo.
Menurutnya, Doni tidak terlibat dalam perhitungan kerugian negara.
Pada tanggal 23 Januari 2025, saat JPU membacakan tuntutannya, yang dijelaskan justru mengenai kerugian negara yang ditimbulkan oleh Yulianti Binti Abdul Wahab terkait tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan ruang laboratorium IPA, ruang BK, ruang UKS, rehabilitasi ruang kelas SMA Negeri 2 Tanjung Barat dengan menggunakan APBD tahun 2022 dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
“Jadi, tuntutan penuntut umum tidak jelas, tidak cermat, dan tidak teliti. Hal ini menyebabkan Doni Rahmat Samulo dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan tindak pidana korupsi yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain,” tegasnya.
Sementara itu, terdakwa lainnya juga telah menyampaikan pleidoi masing-masing yang intinya menyatakan keberatan atas tuntutan JPU.
Sidang yang diketuai oleh Hakim Akhmad Fazrinnoor Sosilo Dewantoro, dengan hakim anggota Juandra dan Hendri Joni, memberikan kesempatan kepada JPU untuk menanggapi jawaban dari penasihat hukum terdakwa.
Sebelumnya, para terdakwa telah dituntut dengan angka yang berbeda.
Untuk terdakwa Rusli Ardion, JPU menuntut pidana 7 tahun, denda Rp100 juta, dan subsider tiga bulan penjara.
Terdakwa Raymond dituntut 6 tahun, denda Rp100 juta, dan subsider tiga bulan penjara.
Sedangkan terdakwa Doni Rahmat Samulo juga dituntut 6 tahun, denda Rp100 juta, dan subsider tiga bulan penjara.
Terdakwa Syaiful Abrar dituntut 7 tahun, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan penjara, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp442.336.927 dengan subsider tiga tahun enam bulan.
Untuk terdakwa Erika, tuntutannya adalah 1 tahun 6 bulan, denda Rp100 juta, dan subsider tiga bulan penjara.
Terdakwa Suherwin juga dituntut 1 tahun 6 bulan, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan penjara, dengan kewajiban membayar uang pengganti Rp10 juta. Sedangkan terdakwa Syarifuddin dituntut 1 tahun 6 bulan, denda Rp100 juta, subsider tiga bulan penjara, serta uang pengganti sebesar Rp69.743.000 dengan subsider tiga bulan.
JPU menilai bahwa ketiga terdakwa tersebut telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, Kejati Sumbar telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan peralatan praktik siswa SMK di Dinas Pendidikan Sumbar pada tahun anggaran 2021 dengan total anggaran sebesar Rp18 miliar.
Tujuh tersangka telah ditahan, sementara satu tersangka masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam kasus korupsi di Dinas Pendidikan Sumbar ini, Kejati Sumbar telah memeriksa sekitar 37 saksi, termasuk saksi ahli.
(*)