Miris: Ternyata 5 Tradisi Asingkan Wanita ini Masih Ada di Beberapa Negara

Hoax or Not13 Views

kabarin.co – Tradisi masa lalu memang memiliki nilai luhur yang patut dipertahankan. Namun kadang beberapa bagian dari tradisi tersebut bisa dikatakan kejam jika kita memandangnya dengan nilai-nilai moral yang berlaku di zaman modern.

Seperti halnya tradisi pengasingan wanita yang masih dipelihara oleh beberapa kebudayaan, termasuk Indonesia. Alasan dari praktik pengasingan ini bisa bermacam-macam. Intinya para wanita yang diasingkan dianggap bisa mendatangkan pengaruh buruk atau tak layak berada di masyarakat. Pengasingan bisa berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, atau bahkan seumur hidup si wanita.

Apapun alasannya, praktik pengasingan ini bisa dianggap melanggar hak asasi manusia. Dengan adanya praktik pengasingan yang tak wajar ini, mungkin kita bisa membuka mata dan mulai memilah unsur budaya tradisional mana saja yang layak dipertahankan dan mana yang perlu ditinggalkan.

1. Diasingkan karena penyakit – Negara-negara Sub-Sahara Afrika

Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Human Rights Watch, negara-negara yang berada di wilayah Sub-Sahara Afrika masih mempraktikkan pernik

Sekitar 40 persen wanita di sana menikah di bawah usia 18 tahun, di mana pikiran, tubuh, dan organ reproduksi mereka belum berkembang dengan sempurna. Hal ini berdampak pada kelahiran berisiko yang kerap berujung kematian.

Jika tidak meninggal saat melahirkan, tak jarang para pengantin anak-anak ini menderita penyakit atau tertular penyakit menular seksual dari suami mereka yang jauh lebih tua dan lebih berpengalaman dari segi seksual. Kalau sudah begini, para perempuan tersebut diasingkan oleh suami dan keluarga mereka. Mereka sudah dianggap tak layak kembali ke masyarakat dan diharapkan menjalani sisa hidup di barak-barak darurat bersama istri-istri lain yang juga dibuang. Buruknya kondisi tempat tinggal dan pemeliharaan kesehatan membuat para wanita ini meninggal di usia muda.

2. Mengasingkan diri di ashram – India

Bagi beberapa keluarga India yang masih menganut nilai tradisional, menjadi seorang janda yang ditinggal mati oleh suami merupakan nasib yang malang. Tidak sedikit para janda yang dibuang oleh keluarga mertua maupun keluarganya sendiri karena dianggap beban. Tak sedikit pula para janda tua yang memilih untuk tinggal sendiri karena merasa sudah tak berguna bagi anak dan menantu mereka.

Para janda ini kemudian menghabiskan sisa hidup menggelandang, melewatkan waktu dengan memuja dewa hingga ajal menjemput. Dilansir BBC, para wanita ini biasanya tinggal bersama di komunitas spiritual yang disebut ashram. Salah satu contohnya adalah ashram-ashram yang berderet di kota kelahiran Krishna, Vrindavan. Kota tersebut merupakan rumah bagi sekitar 6.000 janda berusia senja yang hidup dengan menggantungkan belas kasihan dari warga setempat.

3. Tradisi pingit bagi wanita yang sedang haid – Asia, Afrika, dan Amerika

Beberapa suku pribumi yang mendiami pedalaman Asia, Afrika, dan Amerika masih menerapkan tradisi pengasingan terhadap wanita-wanita yang mengalami haid. Para wanita yang sedang mendapatkan siklus bulanan dianggap tak suci atau bisa mendatangkan sial, jadi mereka diasingkan di sebuah gubuk terpencil yang letaknya jauh dari desa.

Di daerah Simikot, Nepal, praktik seperti ini disebut chaupadi. Tak hanya mereka yang sedang haid, menurut laporan Broadly, wanita yang baru melahirkan pun harus menghabiskan waktu selama 20 hari bersama bayinya di pondok pengasingan.

Gubuk pengasingan ini biasanya tak memiliki fasilitas yang layak, sehingga mereka harus menghabiskan belasan hari dalam udara dingin, makanan seadanya, dan bahaya serangan binatang buas yang mengancam. Tak jarang para wanita yang sedang diisolasi di salah satu gubuk menjadi korban pelecehan.

4. Diasingkan berbulan-bulan untuk ujian kedewasaan – Suku Ngoni

Dilansir Listverse, Suku Ngoni yang berasal dari daerah pedalaman di negara Malawi akan mengasingkan seorang gadis yang hendak memasuki kedewasaan. Pengasingan dianggap sebagai salah satu ritual kedewasaan penting. Gadis yang akan menjalani upacara kedewasaan ditempatkan di sebuah area terpencil seorang diri selama tiga bulan penuh. Wajah dan tubuhnya dipulas dengan sejenis tepung putih yang menandakan pemisahan fisik dan rohani dari masyarakat di mana dia tinggal.

Sebagai ritual penentuan, si gadis diminta duduk telanjang di dalam air sungai atau danau selama beberapa waktu. Jika salah satu wanita yang dituakan di sukunya memperbolehkan dia keluar dari pengasingan, gadis muda tadi boleh memulai hidupnya sebagai wanita dewasa.

5. Dipaksa berendam di laut saat haid – Suku Nootka

Suku pribumi Nootka yang mendiami wilayah di Kepulauan Vancouver juga punya ritual kedewasaan yang mirip dengan Suku Ngoni. Dilansir Ranker, gadis Nootka yang mendapatkan haid untuk pertama kalinya atau ‘menarche’ harus menjalani semacam ujian fisik untuk membuktikan ketahanannya sebagai seorang wanita.

Salah seorang tetua wanita dari suku tersebut akan membawa si gadis ke laut dan kemudian meninggalkannya di sana. Gadis itu harus berendam di tengah air laut dalam keadaan telanjang dan haid selama beberapa hari. Saat ujian berakhir biasanya si gadis sudah tak kuat untuk berdiri, apalagi mengangkat tubuhnya keluar dari air. Kalau sudah begini ia akan diangkat keluar dan disoraki anggota suku lainnya.(mer)

Baca juga:

Ciri-Ciri Khusus Bagi Orang Pemelihara Tuyul

Wah, Apakah Benar Wanita Bisa Mati Karna Patah Hati?

Terlahir Sebagai Pengusaha Sukses, Ini Dia 4 Zodiaknya!