Hal tersebut menurut Rikson merupakan metode yang digunakan pemerintah dan KPU untuk ‘mengakali’ keinginan KPU agar mantan narapidana kasus koruptor tidak mencalonkan diri.
“Namun demikian, karena hal tersebut dapat menyebabkan cacat hukum akibat bertentangan dengan pengaturan di atasnya, maka larangan pada calon mantan napi tersebut dijadikan sebagai persyaratan pencalonan yang dikeluarkan parpol,” kata dia.
Kondisi ini tentunya tak berakhir begitu saja. Rikson mengatakan dengan menaikan status menjadikan larangan calon mantan napi koruptor yang sebelumnya adalah syarat calon menjadi syarat pencalonan, maka muncul konsekuensi hukum administrasi yang baru akibat hal tersebut.
Adapun konsekuensinya adalah seluruh calon yang diajukan dalam dapil itu, menjadi tak sah, karena persyaratan pencalonan batal demi hukum akibat adanya calon mantan narapidana koruptor.
Namun, pada faktanya, KPU tak melakukan pencoretan terhadap seluruh calon yang ada di dapil tersebut, hanya melakukan pencoretan terhadap calon narapidana koruptor saja.